Pagi hari aku membantu seorang pedagang sayur untuk berjualan. Ketika hari mulai siang dan pasar mulai sepi, aku memutari pasar mencari buah dan sayur yang terjatuh namun masih layak dimakan. Jalan yang becek dan bau tak mematahkan semangatku. Aku pergi ke ruko-ruko disana tempat jualan beras dan sembako. Aku punguti beras yang berada dibawah dan aku bersihkan kerikil-kerikil yang mengikut. Terkadang aku dimarahi oleh para penjual dan rasanya malu sekali setiap hari harus begini. Demi adik-adikku, ku buang rasa malu aku jauh-jauh. Aku tak ingin adik-adikku terlantar.
Sepulang dari pasar, aku menyiapkan makan untuk adik-adikku. Walau hanya nasi dan garam itu cukup karena masih ada nasi. Terkadang ada tetangga yang berbaik hati mengirimkan makanan untuk kami. Setelah makan, adik-adikku pergi sekolah. Ketika mereka pergi sekolah, aku mencuci baju dan merapikan gubuk. Walau gubuk yang ku tinggali tak besar, aku selalu menjaga kebersihannya agar adik-adik tak terserang penyakit. Aku tau sakit itu mahal, maka dari itu aku selalu menjaga kesehatan adik-adikku.
Sepulang sekolah adik-adikku mengerjakan tugas sekolahnya setelah itu mereka bermain dengan teman-temannya. Walaupun aku putus sekolah, aku tetap berusaha mengajarkan adik-adikku. Sebisa mungkin aku membuat adik-adikku tersenyum karena aku tak ingin mereka mengingat ibu dan ayah. Aku tak ingin adik-adikku jenuh,karena dirumah tak ada tv. Sebenarnya ada tv dirumah, namun aku tak takut tak bisa membayar listriknya nanti.
Malam tiba, adik-adik pun tertidur lelap. Ku tarik selimut dan ku tutup pintu, bergegas mengambil karung dan mengorek-ngorek setiap tempat sampah. Ku sambangi setiap jalan sampai gang-gang kecil untuk mendapatkan plastik bekas. Walau harganya tak seberapa, ini membantu biaya sekolah adik-adikku. Terkadang ada saja pria dipinggir jalan menggodaku dan aku menghindari jalan itu. Terkadang aku tak memulung sendiri, ada jay yang juga ikut memulung. Jay adalah teman mulung ku, aku kenal dia ketika ada razia. Jay membantuku mencari tempat sembunyi agar tak diciduk. Jay begitu baik denganku,wajahnya manis tak nampak dia pemulung. Aku suka berpikir, apa dia benar-benar pemulung?
Malam ini aku memandangi jalan itu kembali berharap ada yang berjalan menujuku. Hati kecilku berkata, ibu ayah kapan pulang? aku lelah disini. Aku ingin seperti teman-temanku yang saat ini telah duduk diperguruan tinggi. Ibu ayah masih ingatkah dengan kami anakmu di gang buntu ini? Ingatkah ibu dengan wajah-wajah kami? Untuk apa kalian melahirkan kami bila untuk ditinggalkan. Aku tak peduli seberapa besar penghasilan kalian, asal kalian berada dirumah tidak meninggalkan adik-adik yang masih membutuhkan kasih sayang kalian. Aku malu ibu selalu mengharap belas kasih dari tetangga setiap hari. Ku angkat karung yang terjatuh sedari tadi, aku beranjak pulang dan berharap lagi mereka akan kembali. Aku bersyukur adik-adikku mengerti diriku, mereka tak pernah mengeluh kepadaku dan mereka selalu membantuku.
Sepulang dari pasar, aku menyiapkan makan untuk adik-adikku. Walau hanya nasi dan garam itu cukup karena masih ada nasi. Terkadang ada tetangga yang berbaik hati mengirimkan makanan untuk kami. Setelah makan, adik-adikku pergi sekolah. Ketika mereka pergi sekolah, aku mencuci baju dan merapikan gubuk. Walau gubuk yang ku tinggali tak besar, aku selalu menjaga kebersihannya agar adik-adik tak terserang penyakit. Aku tau sakit itu mahal, maka dari itu aku selalu menjaga kesehatan adik-adikku.
Sepulang sekolah adik-adikku mengerjakan tugas sekolahnya setelah itu mereka bermain dengan teman-temannya. Walaupun aku putus sekolah, aku tetap berusaha mengajarkan adik-adikku. Sebisa mungkin aku membuat adik-adikku tersenyum karena aku tak ingin mereka mengingat ibu dan ayah. Aku tak ingin adik-adikku jenuh,karena dirumah tak ada tv. Sebenarnya ada tv dirumah, namun aku tak takut tak bisa membayar listriknya nanti.
Malam tiba, adik-adik pun tertidur lelap. Ku tarik selimut dan ku tutup pintu, bergegas mengambil karung dan mengorek-ngorek setiap tempat sampah. Ku sambangi setiap jalan sampai gang-gang kecil untuk mendapatkan plastik bekas. Walau harganya tak seberapa, ini membantu biaya sekolah adik-adikku. Terkadang ada saja pria dipinggir jalan menggodaku dan aku menghindari jalan itu. Terkadang aku tak memulung sendiri, ada jay yang juga ikut memulung. Jay adalah teman mulung ku, aku kenal dia ketika ada razia. Jay membantuku mencari tempat sembunyi agar tak diciduk. Jay begitu baik denganku,wajahnya manis tak nampak dia pemulung. Aku suka berpikir, apa dia benar-benar pemulung?
Malam ini aku memandangi jalan itu kembali berharap ada yang berjalan menujuku. Hati kecilku berkata, ibu ayah kapan pulang? aku lelah disini. Aku ingin seperti teman-temanku yang saat ini telah duduk diperguruan tinggi. Ibu ayah masih ingatkah dengan kami anakmu di gang buntu ini? Ingatkah ibu dengan wajah-wajah kami? Untuk apa kalian melahirkan kami bila untuk ditinggalkan. Aku tak peduli seberapa besar penghasilan kalian, asal kalian berada dirumah tidak meninggalkan adik-adik yang masih membutuhkan kasih sayang kalian. Aku malu ibu selalu mengharap belas kasih dari tetangga setiap hari. Ku angkat karung yang terjatuh sedari tadi, aku beranjak pulang dan berharap lagi mereka akan kembali. Aku bersyukur adik-adikku mengerti diriku, mereka tak pernah mengeluh kepadaku dan mereka selalu membantuku.
No comments:
Post a Comment