SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU

SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU

Blogger ini muncul berdasarkan dari beberapa permintaan saudara-saudariku semua..

Alhamdulillah akhirnya tercapai juga dan selesai sudah blogger ini dibuat...

Namun kesempurnaan blogger ini belumlah maximal.

Semoga dihari..hari mendatang dapat disempurnakan blogger ini

Dan blogger ini tercipta dan ada... karena... diri saudara-saudariku semua..

Dan...tiada artinya blogger"NOTE UNTUK KAMU" ini.. jika saudara-saudariku tidak berada didalamnya....

Salam Ukhwah..........

Feb 12, 2013

MENJAGA AQIDAH KELUARGA DI ZAMAN MODERN

Allah Subhanaahu Wa Ta'ala menciptakan manusia dengan dua ketentuan ketentuan bersifat mutlak sebagai kehendak Allah yg disebut iradah kauniyyah dan ketentuan yg menghendaki menusia berjalan menuju ke jalan kebenaran atau disebut iradah syar’iyyah.

Dalam iradah kauniyyah manusia tidak dimintai pertanggungjawaban atas kehendak Allah yg terjadi padanya mengapa ia menjadi seorang pria atau wanita mengapa muka kita seperti ini mengapa berbadan tinggi dan yg semacamnya.

Ketentuan kedua Allah iradah syar’iyyah menghendaki manusia berjalan menuju kebenaran. Untuk tujuan tersebut Allah memberikan sejumlah perangkat.

Pengutusan para rasul yg ditutup oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. adalah salah satunya.

Barang siapa yg menerima dan memegang komitmen dalam hidupnya sesuai dgn kehendak Allah maka dia selamat dunia maupun akhirat .

Tetapi.... sebaliknya jika ia menolak dgn berpegang pada isme-isme buatan jin dan manusia dia tersesat di dunia dan merugi di akhirat .

Atas dasar itu terjadi tarik-menarik antara kebenaran dan kebatilan.

Bendera kebenaran dibawa oleh para nabi sedang bendera kebatilan dibawa oleh setan dan konco-konconya dari jin dan manusia .

Maka sejak iblis diusir dari neraka dia bersumpah utk menyesatkan seluruh manusia kecuali hamba Allah yg bersyukur {Al-A’raf 12-18}.

Upaya penyesatan itu berlangsung sampai hari kiamat

Maka sejak itu terjadi dua kelompok yg selalu tarik-menarik seperti firman Allah Subhanaahu Wa Ta'ala Orang yg beriman di jalan Allah sedangkan orang-orang non muslim berjuang di jalan thaghut maka perangilah pembela-pembela seitan sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah.
.
Upaya perusakan setan dilakukan melalui dua arah.

Pertama fitnah syubhat berupa wacana pemikiran dan keyakinan yang berlawanan dgn kebenaran.

Fitnah ini diusung oleh non-muslim atau juga lewat orang muslim yang berpenyakit .

Kedua fitnah syahwat (**) dalam perilaku seksual.

Jika seorang muslim terkena salah satu fitnah tersebut atau bahkan keduanya daya memperjuangkan Islamnya akan lumpuh.

Dalam melumpuhkan kekuatan umat Islam musuh-musuh Islam menggunakan segala macam cara yg terus-menerus dikembangkan baik melalui eksternal {vis to vis dgn kaum muslimin} maupun internal .

Dan itu dilakukan sepanjang sejarah perjuangan umat Islam.

Semenjak dari negara pimpinan Nabi saw. lalu dinasti Umayyah Abbasiyyah dinasti-dinasti lain dan sampai yg terakhir Utsmaniyah.

Dicatat oleh Dr. Abdul Halim dalam kitabnya Asbaabu Suquuthi Tsalatsiina Daulah Islamiyah {Sebab-Sebab Kejatuhan 30 Negara Islam} bahwa kejatuhan negara-negara Islam umumnya disebabkan oleh hal-hal di atas dari penyimpangan ideologi sampai penyimpangan moral.

Faktor Eksternal yg Menggerogoti Umat Islam Kerja sama zionisme dan salibisme internasional dalam menghadapi umat Islam dicatat Dr. Umar al-Faruk dalam bukunya Segi Tiga Penjajahan Orientalisme dan Kristenisasi sebagai usaha yg memporak-porandakan kekuatan umat Islam di seluruh dunia.

Kita melihat bagaimana Portugal Inggris dan Belanda ketika menjajah Indonesia.

Ketiga hal di atas menjadi suatu langkah kongret usaha mereka yg berhasil mengangkangi umat Islam Indonesia berabad-abad.

Mereka memperlakukan umat Islam sekehendaknya dan bagi yg menentang dikenakan tuduhan ektresmis fundamentalis dan lain-lain.

Ketika penjajah sudah hengkang peranan mereka digantikan oleh kaum intelek kita yg menjadi perpanjangan tangan para orientalis dgn mengampanyekan paham-paham mereka atas nama nasionalisme modernisme sekularisasi desakralisasi reaktualisasi pribumisasi dan semacamnya.

Hal tersebut diungkapkan R. William Lidle dalam bukunya Islam Politik dan Modernisasi.

Di antara wacana-wacana itu yg kini lumayan naik daun adalah Islam Liberal.

Perkembangan Islam Liberal telah mendominasi para intelektual kita.  

Greg Burton dalam bukunya Islam Liberal di Indonesia menyebutkan paling tidak ada tiga nama besar pembawa gagasan paham ini di Indonesia Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid dan Johan Effendi.

Ditinjau dari sudut pemerintahan perjalanan peran umat Islam dipegang oleh tiga elemen.

Pertama elemen nasionalis muslim Soekarno yg dilanjutkan oleh Soeharto lalu Habibie.

Mereka adalah tipe pemimpin sekuler yg mengadopsi paham Islam formalistik.

Kepemimpinan model ini telah gagal menciptakan kesejahteraan umat bahkan keadaannya termarjinalkan.

Elemen kedua adalah kelompok modernis dan Islam liberal.

Di bawah kepemimpinan Gus Dur model ini terbukti gagal juga.

Terakhir kaum kafirin khawatir akan lahirnya elemen ketiga yg nantinya membawa kemenangan dan kesejahteraan Islam melalui kekuasaan secara de facto dan de jure.

Elemen ketiga itu mereka sebut fundamentalisme.

Roger Garraudy menyebut fundamentalisme sebagai antitesis bagi sekularisme.

Sementara mantan Presiden Amerika Richard Nixon setidaknya menginventarisasi lima pemicu munculnya kaum fundamentalis dalam Islam.

Pertama mereka yang digerakkan kebencian terhadap Barat/anti-Barat. Kedua mereka yg bersikeras mengembalikan peradaban Islam yg lalu.

Ketiga mereka yg bertujuan mengaplikasikan syariat Islam.

Keempat mereka yg mempropagandakan bahwa Islam adl agama dan negara.

Kelima mereka yang menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun masa depan mereka ini bukan orang-orang konservatif namun cukup revolusioner {Adian Husaini Yusril Versus Masyumi hal. 49}.

Fundamentalisme benar-benar dianggap ancaman oleh blok kafir yg dikomandoi oleh Barat.

Mata dunia terbuka lebar ketika menyaksikan Sovyet yg kokoh bertekuk lutut di hadapan para mujahidin Afghanistan yang oleh mereka disebut muslim fundamentalis.

Sebuah bukti bahwa kekuatan fisik dan mesin-mesin perang tidak cukup ampuh melawan gelora jihad {mereka menyebutnya fundamentalisme}.

Maka tidak heran jika kemudian tesis Samuel Huntington The Class of Civilisation/Benturan Peradaban mereka jadikan kemudi utk menyudutkan umat Islam di seluruh dunia.

 Lalu dibuatlah isu terorisme untuk membungkam gelora jihad umat Islam sehingga tidak mempunyai perlawanan lagi.

Betul kata Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad kecuali akan hina.

Adapun gerakan kristenisasi yg berjalan terus semenjak masa penjajahan hingga kini imbasnya jelas-jelas dirasakan oleh umat Islam di berbagai pelosok daerah.

Grafik statistik kependudukan tentang kuantitas kaum muslimin yg menurun drastis adalah bukti yang autentik. 

Padahal Indonesia mempunyai piranti undang-undang yg melarang pemaksaan agama.

Jika memperhatikan keadaan umat Islam akan kita dapati berbagai indikasi kemerosotan dalam hampir seluruh aspek kehidupan baik akidah ibadah maupun moralitas.

Fenomena kemusyrikan terjadi di mana-mana.

Di antara yg paling menonjol adl praktik perdukunan.

Ditambah lagi dgn pesatnya perkembangan aliran-aliran sesat yg memanfaatkan kebodohan umat.

Dalam ibadah ritual umat Islam masih jauh dari masjid terutama salat subuh.

Dari segi moralitas sudah nyata-nyata bobrok.

Sebagai ilustrasi Jakarta yg penduduknya 80% muslim dgn jumlah masjid 2.400 musala 5.500 dan majelis taklim 6.750 mencetak rekor tertinggi dalam peredaran narkoba skala nasional sekitar 60% sedang sisanya tersebar di wilayah-wilayah lainnya.

Budaya munafik
Sikap ulama yg tidak berpihak kepada umat dalam bentuk pembodohan atas nama ketaatan sikap para penguasa muslim dgn komitmen Islam yg lemah sikap masa bodoh para pengusaha muslim dalam mengentaskan kemiskinan dan tampilnya ulama-ulama kagetan yg bodoh tetapi sok pintar serta berbagai macam penyakit umat yg sudah sangat kronis pengobatannya membutuhkan waktu yg cukup lama dengan melibatkan semua elemen umat Islam yg terampil untuk bangkit menyelamatkan umat dari jurang kehancuran.

Dari kezaliman menuju keadilan Islam; dari kebodohan menuju kesadaran Islam.
Faktor Internal Penyebab Kelemahan Umat Jika ditinjau lbh jauh masyarakat muslim di berbagai pelosok Indonesia terpecah-pecah dalam berbagai sekat kelompok organisasi dan model dakwah variatif lainnya dgn klaim masing-masing kelompok paling benar.

Realita itulah yg menyebabkan kekuatan dakwah tercecer.
Berbicara tentang dakwah berarti berbicara risalah Islam.
Sudahkah ia terimplementasi dgn baik,,,?

Seberapa jauh pemahaman dai kita tentang metode dakwah Rasulullah..?

Seberapa banyak dai yang diterjunkan ke dalam masyarakat....?

Setingkat apa kualifikasi mereka....?

Bagaimana intensifitas dakwah mereka....?

Sejauh mana mereka dapat menghindarkan masyarakat muslim dari keterperosokan moral....?

Pertanyaan-pertanyaan ini penting utk direnungkan mengingat bahwa kebangkitan umat Islam dari multidimensi yg dialaminya sangat bergantung pada keberhasilan peranan dakwah.

Dalam tataran lokal kelemahan dakwah telah sampai pada tingkat yg luar biasa sehingga sulit mengharapkan sebuah kebangkitan Islam dalam jangka waktu yg pendek.

Indikasi kelemahan tersebut antara lain sebagai berikut.
  1. Banyaknya syirik bidah khurafat dan takhayul.
  2. Dekadensi moral yg mengerikan.
  3. Permusuhan antar-umat yg kerap terjadi hanya krn sebuah perbedaan.
  4. Integritas pribadi para dai yg bermasalah.
  5. Masjid-masjid banyak yg kosong dan difungsikan hanya utk salat.
  6. Pendidikan agama di sekolah-sekolah mengkhawatirkan.
  7. Masih meratanya tingkat kebodohan tentang Islam.
  8. Mayoritas masyarakat muslim enggan menampakkan penampilan Islamnya.
  9. Banyak daerah yg tidak terjamah dakwah krn kurangnya dai dan diperparah oleh penyebaran aliran sesat yg sangat luas.
  10. Fanatisme tiap-tiap kelompok yg sulit dipertemukan.
  11. Dan lain-lain.
Solusi Problematika Umat Menegakkan Islam dengan Cara Islam Sub-judul di atas menggambarkan upaya sungguh-sungguh untuk memahami dan mempraktikkan enbaenar penegakan syariat Islam dgn cara yg sesuai dgn Islam.

Meskipun pada kenyataannya banyak upaya yg dilakukan umat Islam dalam menegakan kalimat Allah itu dgn berbagai cara.

Ada kalanya islami tetapi parsial ada pula yg tidak islami tetapi berusaha melegitimasi dengan dalil-dalil syar’i dgn lebih banyak bersifat ijthadi pada saat ada dalil sebab ijtihad dilakukan pada saat tidak ada dalil atau dalil bisa dipahami lbh dari satu pengertian.

Karena itu kita dapati berbagai corak perjuangan yg dilakukan umat Islam satu sama lain menekankan pentingnya bidang garapan yg digelutinya.

Para politisi muslim umpamanya menekankan perjuangan Islam yg paling efektif adl melalui jalur politik. Sementara para ekonom muslim menganalisis mana mungkin perjuangan Islam bisa berhasil kalau umat Islam lemah ekonominya.

Demikian pula para juru dakwah mereka harus mengemukakakan bahwa perjuangan Islam yg paling dominan adl dengan kembali berpegang kepada Islam agar mereka jaya tanpa memperinci lebih jauh apa dan bagaimana merealisasikannya dan seterusnya.

Tanggung Jawab Personal Kita menyadari bahwa tanggung jawab yg akan dipertanyakan kelak di hari akhirat adl tanggung jawab personal.

Artinya Allah tidak membebankan tanggung jawab pihak lain kepada kita kecuali kalau kita punya andil dalam persoalan tersebut.

Karena itu banyak ayat yg menekankan tanggung jawab ini.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dgn kesanggupannya.
Tidaklah kamu dibebani melainkan dgn kewajiban kamu sendiri. {An-Nisa 84}.
Hai orang-orang yg beriman selamatkanlah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.

Rasulullah shallallahu Alaiahi Wasallam. bersabda Mulailah dengan diri kalian sendiri atau mulailah dgn keluargamu.

Dengan demikian prioritas kita adalah menyelamatkan diri sendiri dari segala kemungkinan penyimpangan terhadap misi utama kehidupan

yaitu seperti firman Allah Subhanaahu Wa Ta'ala Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.

Apabila kita sadari hal itu kita akan memahami arti ibadah seluas-luasnya.
 Yaitu segala sesuatu yg kita lakukan dalam kehidupan kita sesuai dgn apa yg dicintai dan diridai Allah Subhanaahu Wa Ta'ala .

Segala apa yg dicintai dan diridai oleh Allah baik berupa perkataan perbuatan yg nampak maupun yg tersembunyi. {Ibnu Taimiyah Al-’Ubudiyah hlm. 1}.

Ini mengandung pengertian bahwa seluruh aktivitas kita harus sesuai dgn syariat Islam.
Jadi fokusnya adl kita sementara acuannya adl syariat Islam.
Karena itu tidak benar seseorang yg belum mengerti ajaran Islam dalam membangun kepribadiannya tetapi sudah sibuk bagaimana menegakkan Islam.
Tidak berarti menegakkan Islam tidak penting tetapi prosesnya salah.
Sesudah seseorang dalam sekup individu melaksanakan tanggung jawab dirinya sebagai hamba Allah dia akan melangkah menempati posisi di masyarakatnya sesuai dgn kapasitas masing-masing.

Di sinilah terjadi interaksi dan kooperasi antara anggota masyarakat muslim sesuai dgn firman Allah Subhanaahu Wa Ta'ala Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. .

Dan tanggung jawabnya semakin luas sesuai dgn kapasitas kemampuannya sehingga dgn posisi masing-masing itu akan dimintai pertanggungjawabannya seperti sabda Nabi AShallallahu Alaihi Wasallam.

Ketahuilah bahwa tiap kalian adl penanggung jawab dan tiap kalian akan ditanyai terhadap apa yg menjadi tanggung jawabnya.

Imam yg ada di tengah manusia adl penanggung jawab dan dia akan ditanyai terhadap apa yg menjadi tanggung jawabnya.

Seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya dan dia akan ditanyai tentang apa yg menjadi tanggung jawabnya.

Dan seorang isteri bertanggung jawab terhadap rumah suaminya dan anaknya dan dia akan ditanya tentang mereka.

Dan apabila tiap individu tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah yg berkewajiban melaksanakan syariat Islam sesuai dgn kemampuannya berarti dia telah berkhianat.

Hai orang-orang yg beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yg dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui. .

Dalam istilah fikih bahwa tanggung jawab personal itu fardu ain sedangkan tanggung jawab kolektif adl fardu kifayah.

Adalah salah besar kalau ada orang yg mengutamakan fardu kifayah daripada tanggung jawab fardu ain . Tetapi menjadi sangat baik kalau dia mengerjakan fardu ain juga melaksanakan fardu kifayah. Kalau tidak maka seluruh umat berdosa.

Teladan Rasulullah Gambaran di atas akan lbh jelas pada personifikasi Rasulullah saw. sebagai teladalan bagi perjuangan umat Islam.

Dan mempelajari perjalanan perjuangan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. tidak boleh sepotong-sepotong seperti mereka yg terperangkap dgn mengotak-kotakan masa Mekah dan masa Madinah.

Karena Islam sudah lengkap dan Nabi saw. telah mempraktikkannya secara sempurna.

Maka kewajiban kita adl memahami sirah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. itu secara komperehensif dan mempaktikkannya sesuai dengan kapasitas dan kondisi kita seperti firman Allah Subhanaahu Wa Ta'ala.

Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian .. {Ath-Thaghabun 16}.

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan arahan atas kelengkapan syariat Islam yg harus kita pedomi.

Sesungguhnya Allah Subhanaahu Wa Ta'ala telah menetapkan hal-hal yg wajib maka janganlah kalian meninggalkannya dan telah memberikan batasan-batasan maka janganlah kalian melanggarnya.

Dia mengharamkan sesuatu maka janganlah kalian melanggarnya dan mendiamkan banyak hal sebagai rahmat bagi kalian maka janganlah kalian mencari-cari hukumnya.

Dan beliau menekankan pegangan yg harus dipedomani pada saat terjadi perbedaan atau perselisihan.

Maka barang siapa yg hidup di antara kalian niscaya akan melihat perbedaan yg banyak.

Maka hendaklah kalian sunahku dan juga sunah khulafa ar-rasyidin yg mendapatkan petunjuk dan gigitlah dengan gigi geraham dan hendaklah kalian menjauhui perkara-perkara yg diciptakan karena sesungguhnya tiap bidah adl sesat. {HR Abu daud dan Tirmizi hadis hasan}.

Jihad menundukkan hwa nfsu (**)
  1. Berjihad dgn mempelajari ajaran agama Islam demi kebahagiaan dunia dan akhirat.
  2. Berjihad dgn melaksanakan ilmu yg telah diperolehnya krn ilmu tanpa amal adl tidak berarti dan bahkan membahayakan.
  3. Berjihad dgn menjalankan dakwah berdasarkan ilmu yg benar dan praktik nyata.
  4. Berjihad dgn menekan diri agar sabar terhdap cobaan dakwah berupa gangguan manusia.
  5. Empat hal inilah makna yg terkandung dalam surah Al-Ashr yg kata Imam Syafii seandainya Allah tidak menurunkan ayat kecuali Al-’Ashr niscaya cukup bagi manusia.
Sebagai penutup kami kutipkan ucapan Umar bin Khattab r.a. yang artinya Kami adalah kaum yang dimuliakan Allah dgn Islam seandainya kami mencari selainnya niscaya kami akan dihinakan oleh Allah.

Juga ucapan Imam Malik rhm. yang artinya Tidaklah urusan umat ini akan menjadi baik kecuali dengan mengikuti hal-hal yang telah menjadikan umat terdahulu menjadi baik.

Wallahu a’lam. .

YANG DISENANGI DAN DIBENCI ALLAH PADA HAMBANYA

Memperhatikan suasana kini, kita lihat bahwa sebagian umat Islam terzalimi, dan banyak di antara tetangga-tetangganya yang kurang memperhatikan.
Demikian pula sebagian lain terpecah-pecah, kurang terdorong untuk bersatu ataupun memantapkan sikap dalam menghadapi hal-hal di lingkungan mereka.
Ada pula sebagian lagi yang sering mengkritisi, mencaci, ataupun melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji. Dalam keadaan seperti ini, ada baiknya diingat kembali pesan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Sesungguhnya Allah menyukai tiga sikap yang kita lakukan dan membenci tiga sikap yang ada pada kita. Tiga sikap yang disukai Allah adalah:
Pertama::
Selalu bertauhid, beribadah hanya kepada-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun.
Kedua:
Bersatu dalam ajaran-ajaran Allah, dan tidak terpecah belah dalam menghadapi situasi yang sulit.
Ketiga:
Selalu saling menasehati terhadap orang-orang di sekeliling kita, dan terutama kepada mereka yang menjadi ulil amri.

Tiga sikap yang dibenci Allah adalah:
Pertama:
Selalu menerbitkan isu-isu ataupun hal-hal yang tidak jelas sumbernya.
Kedua:
Mengemukakan banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Ketiga:
Menghambur-hamburkan rezeki. (Hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim)

Pesan ini tampaknya sangat tepat dengan situasi yang kita hadapi saat ini.

Ketika Allah akan meniupkan roh ke dalam janin yang ada di dalam rahim, maka sebelumnya para roh itu telah diambil ikrarnya untuk bertauhid kepada Allah.

Firman Allah menyatakan:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu....?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan) “,(Q.S. A’raaf: 172)

Hal ini dalam ajaran Islam disebut “niifaaqun rabbaniyyun” (perjanjian dengan Allah). Artinya, kita sudah melakukan perjanjian justru sebelum kita dilahirkan.

Namun..., Allah ingin pula mengajarkan pada kita, bahwa sebelum Allah mengambil kesaksian kepada para makhluk, Allah lebih dulu telah bersaksi pada diri-Nya sendiri, sebagaimana disebutkan di dalam Surah Ali Imraan ayat 18:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Ali Imraan: 18)


Kesaksian Allah ini juga diungkapkan kepada semua makhluk, dan makhluk pun bersedia untuk bersaksi. Namun, ketika makhluk lahir ke dunia, maka kesaksian yang telah diungkapkan itu sering kali banyak yang sudah tidak ingat, ataupun semuanya sudah tidak kita ingat.

Karena memang perjanjian ini dilakukan di alam yang berbeda (bukan alam dunia). Itulah sebabnya, ketika seorang anak lahir, dalam ajaran Islam dianjurkan untuk dibisikkan azan (bagi bayi laki-laki) ataupun iqamah (bagi bayi perempuan).

Hal ini ada dua manfaatnya:
Pertama:
Uuntuk mengingatkan kembali, bahwa roh yang ada pada si bayi itu sudah pernah mengungkapkan kesaksian terhadap ketauhidan Allah, walaupun hal itu belum berfungsi secara optimal.
Tetapi... bisikan itu merupakan suara pertama yang masuk ke dalam relung hati si bayi, dan ini akan membuat bekas yang takkan hilang selamanya.
Lebih-lebih apabila sejalan dengan perkembangan jiwa si anak, kemudian orang tua selalu membina dan mendidik dengan mengajarkan tauhid.
Maka guratan informasi pengajaran itu semakin meresap mendarah daging dalam diri si anak.

Kedua:
Untuk menanamkan ulang akidah tauhid yang pernah diikrarkannya.
Tetapi ini pun sering kali akan terlalaikan ketika si anak dengan perkembangannya mendapat pengaruh-pengaruh dari luar, baik itu dari temannya, pendidikannya, lingkungannya, sehingga banyak sekali hal-hal tersebut membuatnya lalai atau lupa pada janji ataupun bisikan pertama yang didengarnya.

Karena itulah... sejak kecil harus ditanamkan nilai-nilai tauhid dan keislaman kepada anak-anak kita.
Sering terjadi pula, bahwa ada pendidikan yang berupaya untuk melalaikan anak dari keyakinanya terhadap Allah.
Hal ini mungkin sering terjadi dengan berbagai macam versi dan cara.
Kondisi seperti ini akan lebih intens seiring dengan perkembangan anak.
Semakin dewasa, maka caranya pun semakin canggih untuk melalaikan tersebut.
Karena itulah, dalam sekian ratus ayat Alquran, yang paling ditekankan adalah ajaran-ajaran dan nilai tauhid. Demikian pula di dalam hadis.
Sehingga, pesan Rasulullah yang pertama untuk memberikan peringatan tentang perbuatan, tentang sikap yang disukai Allah yang pertama adalah supaya kita hanya beribadah kepada Allah, supaya bertauhid hanya kepadanya, bukan kepada yang lain.
Hal ini juga diingatkan dalam berbagai ayat yang mengisahkan, bahwa ibadah hanya kepada Allah.

Di dalam Alquran disebutkan:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 56)

Sehingga hidup manusia itu pada dasarnya hanya untuk beribadah kepada Allah.
Ibadah yang dimaksud bukan hanya salat, puasa, tetapi di dalam semua sikap, perbuatan, dan aktivitas kita meski bernuansa ibadah. Sehingga tujuan tersebut kemudian dikuatkan

Dalam salah satu ayat-Nya, Allah mengisyaratkan:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Q.S. An-Nisaa: 48)


Di sini menunjukkan, bahwa syirik merupakan sesuatu yang luar biasa besar dosanya.

Allah juga mengisyaratkan:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S. Ali Imraan: 103)

Ayat ini sangat relevan dengan kondisi umat Islam kini.
Lebih-lebih kini mau menjelang Pemilu.
Umat Islam ini mayoritas, sehingga semua partai ingin mendapatkan suara dari umat Islam.
Karena itulah, banyak upaya-upaya untuk merekrut dan mendapatkan suara itu, walaupun mengakibatkan terpecah belahnya umat Islam.
Ayat ini mempunyai alasan mengapa diturunkan (asbabun nuzul).

Pada saat itu, umat Islam sudah berada pada periode Madinah. Mereka tinggal di Madinah dengan segala kekuatan, ketekunan, sehingga menjadi umat yang mulai muncul dan diperhitungkan.

Namun, di tengah-tengah mereka terdapat kelompok munafik yang ketika itu dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.
Penduduk asli Madinah adalah suku Aus dan Khazraj.
Pada awalnya, kedua suku ini selalu bertengkar memperebutkan siapa yang paling berhak menjadi pemimpin di Madinah. Mereka ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut, sehingga pada akhirnya mereka meminta Rasulullah untuk menjadi mediator (penengah).
Ini awal mulanya mengapa Rasulullah dianjurkan untuk hijrah ke Madinah, apalagi memang ada undangan dari penduduk Madinah untuk mendamaikan mereka.
Setelah mereka masuk Islam, ternyata mereka kemudian berada dalam kesatuan.
Namun di tengah-tengah persatuan yang telah terjalin itu selalu saja ditiupkan oleh orang-orang munafik agar kedua kelompok ini selalu bertengkar.
Sehingga suatu saat orang munafik memberikan informasi, bahwa ada salah seorang dari suku Khazraj yang dianiaya oleh seseorang dari suku Aus (Khazraj adalah suku yang lebih kecil, sedangkan Aus merupakan suku yang lebih besar).
Budaya Arab ketika itu mempunyai kebiasaan in group feeling (kekerabatan antar keluarga, biasa juga disebut sebagai ashabiyah) yang sangat kuat.
Sedangkan out group feeling adalah perasaan terhadap siapa saja yang berada di luar kelompoknya.
Kebiasaan mereka, kalau sudah menjadi satu suku (keturunan), maka apabila ada satu di antara mereka yang dianiaya orang lain, maka satu suku akan maju menuntut balas.
Sehingga Rasulullah ketika di Mekkah walaupun dimusuhi oleh banyak orang, tetapi semuanya tidak ada yang berani untuk menganiaya beliau, karena kalau beliau dianiaya, maka seluruh Bani Hasyim akan bangkit membela Rasulullah.
Di dalam Bani Hasyim ini ada juga yang tidak senang terhadap Rasulullah seperti Abdul Uzza atau yang dikenal dengan sebutan Abu Lahab yang tak lain merupakan paman Rasulullah (adik dari ayah Rasulullah). Lahab artinya adalah api yang menyala-nyala, maksudnya adalah orang yang suka membakar, memanas-manasi orang agar benci kepada Rasul. In group feeling inilah yang membuat Rasulullah tetap selamat ketika masih di Mekkah.
Ketika terjadi percekcokan antara Aus dan Khazraj, sehingga kedua suku itu sudah saling berhadap-hadapan untuk membela kehormatan sukunya masing-masing, maka kaum muhajjirin yang berada di luar keduanya kemudian melaporkan hal ini kepada Rasulullah.

Ketika itulah turun ayat tersebut di atas.
Tampaknya hal ini juga akan terjadi kepada kita kini.
Ketika Pemilu, sesama saudara saling bermusuhan.
Karena itulah, pesan Rasulullah ini sangat relevan untuk mengingatkan kita sejak dini, bahwa apapun pilihan kita, jangan sampai terpecah-belah, jangan sampai bermusuh-musuhan.

Bagaimanakah kalau terjadi perselisihan...?
Dalam kehidupannya, manusia secara naluri pasti merasa dirinyalah yang paling benar. Kalau ada salah satu yang merasa bersalah, pasti takkan terjadi pertengkaran.
Bertengkar itu sebenarnya wajar saja, karena kita memiliki penilaian yang berbeda, mempunyai pertimbangan yang tidak sama, punya alasan sendiri-sendiri.

Maka sesuai dengan firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisaa: 59)

Kalau bertengkar, kembalikan kepada Allah (ajaran Alquran), kembalikan kepada Rasulullah (tauladan dari sunnah Rasulullah).
Sehingga, kita tetap dapat menjaga kesatuan sebagai umat Islam.
Hendaknya saling mengingatkan pada siapa saja, terutama pada orang-orang yang kita percayakan menjadi pemimpin.
Pemimpin itu manusia, kita sebagai rakyat juga manusia.
Kalau kita sebagai rakyat pernah berbuat salah, maka pemimpin pun sebagai manusia tentunya pernah berbuat salah.
Tetapi.... karena pemimpin sudah kita percayakan amanah, dan orang yang dipercayakan amanah itu pasti mempunyai kelebihan-kelebihan, maka ketika kita mengingatkannya pun ada etikanya.
Maksudnya, kita tidak bisa mengingatkan Pak Lurah seperti mengingatkan teman kita.
Karena Pak Lurah paling tidak merupakan orang terhormat di kampung kita.
Begitu juga kalau kita mengingatkan pemimpin yang berada pada tingkatan yang lebih tinggi lagi, tentunya ada etika dan tata caranya.
Sehingga dengan cara yang beretika tersebut, apa yang kita lakukan itu akan memberikan wawasan yang konstruktif.
Protes yang kita berikan semestinya diiringi dengan memberikan solusi yang terbaik terhadap permasalahan yang kita protes itu.
Sehingga apa yang kita lakukan itu akan berdampak positif.
Dalam hal ini, memang kita semestinya saling mengingatkan.

Pada Surah Al-’Ashr disebutkan:
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-’Ashr: 3)

Jadi, kita saling mengingatkan dalam hal yang benar dan saling mengingatkan dalam hal-hal yang berorientasi kesabaran.
Kesabaran di dalam Alquran artinya beragam.
Sabar itu bukan hanya berarti jika ada musibah kita bersabar.
Dan sabar bukan juga berarti jika kita disakiti orang, kemudian kita bersabar, ataupun sabar itu bukanlah hanya diam saja.

Allah mengisyaratkan:

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat.
Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (Q.S. Al-Baqarah: 45)

Apakah maksud dari sabar ini? Sabar yang dimaksud ini bukanlah dengan cara malamnya kita tahajjud, berdoa, kemudian paginya kita hanya menunggu dan diam saja.
Ayat ini mengingatkan, bahwa sabar adalah usaha.
Maka mintalah pertolongan kepada Allah dengan disertai usaha dan kerja keras sesuai dengan kemampuan kita.
Salah satu sikap yang disukai Allah yaitu selalu bertauhid kepadanya.
Kapankah berlakunya tauhid ini.......?

Mengenai hal ini, Allah mnegingatkan kita:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Q.S. Ali Imraan: 102)

Mengapa demikian...?
Karena iblis dan setan akan selalu mengganggu kita kapanpun kita berada, bahkan hingga kita sakaratul maut.

Dalam Surah Al-A’raf diungkapkan:
Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at). (Q.S. Al-A’raaf: 17)

Maksudnya, setan akan mengganggu kita dari depan, belakang, kanan, dan kiri. Hal ini akan terjadi terus, sehingga kita menjelang sakaratul maut.

Tiga sikap yang dibenci oleh Allah:
Pertama:
Menyebarkan isu.
Biasanya isu ini didapat dari sumber-sumber yang tidak jelas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Rasulullah menyatakan, bahwa Allah sangat tidak menyukai orang yang sering menginformasikan sesuatu yang tidak jelas.
Bahkan, orang yang sering memberi informasi yang tidak jelas ini bisa-bisa dikelompokkan sebagai orang yang fasik.

Sehingga dalam Surah Al-Hujurat diingatkan:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S. Al-Hujuraat: 6)

Orang fasik adalah orang mukmin yang selalu melakukan keburukan dan kemaksiatan, tidak melaksanakan ajaran-ajaran Allah ataupun melalaikannya.

Dalam Surah Al-Hasyr Allah mengingatkan:

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-Hasyr: 19)

Lupa kepada Allah itu adalah tidak melaksanakan ajaran-ajaran-Nya, melanggar larangan-larangan-Nya, melakukan kemaksiatan, maka di akhir hayatnya Allah mengatakan, bahwa inilah orang-orang fasik itu.
Hal ini dimulai dari kegemaran membicarakan sesuatu yang tidak jelas (isu).
Karena itulah, hal ini merupakan sesuatu yang harus dihindari.

Kedua:
Memperbanyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak pada tempatnya.
Mengapa demikian....?
Karena kalau pertanyaan itu sesuai dengan keadaan, maka itu dianjurkan.
Bahkan Rasululah menyatakan, bahwa pertanyaan itu adalah kunci untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sedangkan pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud sebagai sikap yang dibenci oleh Allah adalah menanyakan sesuatu yang tidak-tidak.
Mengenai hal ini, Alquran mengungkapkan, bahwa suatu ketika Nabi Musa mendapat wahyu dari Allah untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di kalangan Bani Israil.

Persoalan tersebut yaitu mengenai adanya pembunuhan yang tidak diketahui pelakunya.
Berdasarkan wahyu yang diterima oleh Nabi Musa, maka persoalan itu diselesaikan dengan cara memotong seekor sapi, kemudian dagingnya dipakai untuk memberikan jawaban, yaitu dengan cara memukulkan pada si mayat.

Jika hal ini diikuti, maka akan selesailah persoalan itu.
Tapi kemudian Nabi Musa ditanya oleh umatnya mengenai sapi yang akan dipotong itu: warnanya apa, umurnya berapa, keadaannya bagaimana, sehingga pertanyaan-pertanyaan itu hanya semakin mempersulit.

Dalam ayat lain dikatakan juga:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema`afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Q.S. Al-Maa’idah: 101)

Ketiga:
Menghambur-hamburkan rezeki (harta).
Harta boleh kita gunakan, tetapi harta tersebut harus digunakan dengan baik. Harta di dalam Alquran disebut “maal”, “fazlun”, “rizqun”, dan “khayrun”.

Jadi....., harta juga disebut sebagai “khayrun” (kebaikan).

Kebaikan yang dimaksud seperti yang termaktub di dalam Alquran:
(19) Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
(20) Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
(21) dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, (Q.S. Al-Ma’aarij: 19-21)


Kikir yang dimaksud di sini adalah ketika mendapatkan kebaikan berupa harta.
Seharusnya, jika mendapatkan rezeki, maka sebagian rezeki tersebut diinfakkan kepada yang memerlukan. Tetapi dalam hal ini, ia malahan menjadi kikir.
Karena itulah, harta merupakan suatu yang baik, maka harus pula dipergunakan secara baik.
Disarikan dari Ceramah Ahad yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A. pada tanggal 25 Januari 2009 di Masjid Agung Sunda Kelapa-Jakarta.