Hikmah Tertutupnya Tabir Alam Ghaib bagi Umat Manusia
Para pembaca, tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala memutuskan dan
menentukan suatu perkara kecuali (pasti) selalu ada hikmah di baliknya.
Demikian pula halnya dengan alam ghaib, yang tabirnya tertutup bagi
umat manusia.
Di antara hikmahnya adalah sebagai ujian bagi umat
manusia, apakah mereka termasuk orang yang beriman dengan perkara ghaib
yang Allah dan Rasul-Nya beritakan tersebut, ataukah justru
mengingkarinya....?!
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata:
“Bahwasanya alam
barzah (kubur) termasuk perkara ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh
panca indera. Jika bisa dijangkau oleh panca indera, niscaya tidak ada
lagi fungsi keimanan terhadap perkara ghaib (yang Allah dan Rasul-Nya
beritakan, -pen.), dan tidak ada lagi perbedaan antara orang-orang yang
mengimaninya dengan yang mengingkarinya.” (Syarh Tsalatsatil Ushul,
hal. 109)
Di antara hikmahnya pula adalah untuk keseimbangan hidup umat manusia
antara suka dan duka, cemas dan harapan di dalam mengarungi kehidupan
dunia ini. Cobalah anda renungkan, bagaimanakah jika seandainya setiap
orang mengetahui semua yang akan terjadi? Tentu kehidupannya akan
sangat kacau dan tidak mendapatkan ketentraman.
Bagaimana tidak....?!
Ketika seseorang mengetahui dengan pasti bahwa akhir hidupnya adalah
menderita, baik karena ditimpa penyakit kronis, kecelakaan, dibunuh,
dan lain sebagainya.
Tentu hidupnya akan diselimuti dengan duka dan
kecemasan. Si sakit misalnya, ketika mengetahui dengan pasti bahwa dia
akan mati karena sakitnya itu (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala)
dan tidak ada lagi harapan untuk hidup, tentunya keputus-asaanlah yang
selalu merundungnya.
Akan tetapi ketika dia tidak mengetahuinya dengan
pasti, maka harapan untuk menikmati hari esok masih terbentang di
hadapannya dan proses pengobatan pun akan selalu diupayakannya.
Ketika umat manusia mengetahui segala yang terjadi di alam ghaib,
bisa melihat malaikat dan jin (setan) dalam wujud aslinya, bisa
mengetahui orang-orang yang diadzab di kubur dan sejenisnya, niscaya
ketenangan hidup tidak akan didapatkannya.
Demikian pula ketika
masing-masing orang mengetahui dengan pasti apa yang tersimpan di hati
selainnya, maka kehidupan ini akan terasa sebagai belenggu yang
memberatkan.
Karena berbagai keburukan yang ada pada hati masing-masing
orang dapat dirasakannya.
Di lain kondisi, ketika seseorang mengetahui dengan pasti bahwa dia
selalu beruntung, niscaya hal itu bisa menjadikan dia sombong dan
bersikap semena-mena terhadap sesamanya.
Tidaklah Allah menutup tabir
rahasia alam ghaib kepada kita, kecuali karena kasih sayang dan
kebijaksanaan-Nya yang tiada tara. Sehingga sudah seharusnya bagi kita
untuk mensyukuri apa yang ditentukan-Nya tersebut.
Fenomena Umat tentang Alam Ghaib
Para pembaca, tentunya anda sering mendengar info seputar alam ghaib
dan berbagai peristiwanya.
Lebih-lebih belakangan ini, ketika ‘misteri
alam ghaib’ benar-benar dipromosikan dan dijadikan ajang komoditi
bisnis yang cukup menjanjikan.
Dengan sekian bumbu klenik dan racikan
mistiknya, maka tersajilah aneka menu yang kental dengan bau syirik dan
khurafat.
Tak luput…akhirnya televisi, surat kabar, dan media
cetak/elektronik lainnya pun menjadi publik mediator modernnya.
Sementara di lain pihak, ada orang-orang yang mengingkari perkara
ghaib.
Dasar pemikiran mereka bertumpu pada keilmuan (baca: akal) semata
tanpa mempedulikan norma-norma keimanan.
Nyaris, sikap mengedepankan
akal daripada dalil sam’i baik dari Al-Qur`an maupun hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi simbol mereka. Tak pelak, akhirnya
terjerumus pula ke dalam jurang kesesatan dikarenakan pengingkaran
mereka terhadap perkara-perkara ghaib yang telah diberitakan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya tersebut.
Mereka terbagi menjadi tiga
kelompok3:
1. Orang-orang yang mengingkari semua perkara ghaib, termasuk adanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala Pencipta alam semesta ini. Mereka adalah kaum
atheis (komunis) dari kalangan Dahriyyah (yang menyatakan bahwa alam
semesta ini tercipta dengan sendirinya, -pen.).
Demikian pula
orang-orang yang menapak jejak mereka dari kalangan atheis Sufi semacam
Ibnu Arabi At-Tha`i penulis kitab Fushusul Hikam dan cs-nya yang
mengklaim bahwa wujud ini hanya satu, dan hakekat wujud Allah adalah
semua yang ada di alam semesta ini (yakni menyatu dengan makhluk), yang
hakekat dari pemikiran tersebut adalah peniadaan Dzat Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Kemudian mereka campakkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan apa yang beliau bawa, dengan suatu estimasi bahwa kewalian
lebih baik dari kenabian dan khatimul auliya` (penutup para wali) lebih
utama dari khatimul anbiya` (penutup para Nabi), bahkan dari semua
Nabi.
2. Ahlul wahmi wat takhyil, yaitu orang-orang yang menyatakan
bahwasanya para Nabi telah memberitakan tentang Allah Subhanahu wa
Ta’ala, hari kiamat, surga dan neraka, bahkan malaikat, dengan gambaran
yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Para Nabi tersebut menggambarkan
kepada manusia (tentang semua itu) dari khayalan mereka; bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala bertubuh besar, tubuh manusia akan dibangkitkan di
hari kiamat, manusia akan mendapat kenikmatan dan merasakan adzab,
padahal kenyataannya tidak demikian.
Kedustaan ini, mereka (para Nabi)
lakukan demi kamashlahatan umat, karena tidak ada cara yang lebih
mendatangkan mashlahat dalam mendakwahi mereka kecuali dengan cara
tersebut. Inilah pemikiran Ibnu Sina dan yang sejalan dengannya.
3. Ahlut tahrif wat ta`wil, yaitu orang-orang yang menyatakan
bahwasanya para Nabi tidaklah memaksudkan (baca: memberitakan) kecuali
sesuatu yang memang benar adanya, hanya saja kenyataan yang sebenarnya
dari semua itu adalah apa yang bisa dijangkau oleh akal.
Inilah
pemikiran ahli kalam dan selainnya dari kalangan Mu’tazilah,
Kullabiyyah, Salimiyyah, Karramiyyah, Syi’ah dll.
Dari sini, jelaslah bagi kita bahwa sikap mengedepankan akal atas
dalil sam’i baik dari Al-Qur`an maupun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam permasalahan semacam ini tidak bisa dibenarkan, bahkan
sangat berbahaya. Asy-Syahrastani berkata: “Ketahuilah, bahwasanya
syubhat pertama yang menimpa makhluk adalah syubhat iblis
-la’natullah-.
Pemicunya adalah mengedepankan akal daripada nash, dan
mengekor hawa nafsu untuk menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala
serta kesombongannya terhadap bahan yang Allah ciptakan darinya (yakni
api) atas bahan yang Allah ciptakan darinya Adam ‘alaihissalam (tanah
liat).” (Al-Milal wan Nihal, hal. 14)
Bahkan perumpaan akal yang ‘didewakan’ itu; “Laksana fatamorgana di
tanah yang datar, yang disangka air oleh orang yang dahaga, tetapi bila
didatangi ‘air itu’, dia tidak mendapatinya sedikit pun Dan didapatinya
(ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya
perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya. Atau laksana kegelapan yang gulita di lautan yang
dalam, yang diliputi oleh ombak, dan di atasnya ombak (pula), di atasnya
(lagi) awan; gelap gulita yang tindih bertindih. Apabila dia
mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa
yang tiada diberi petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala tiadalah dia
mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 39 dan 40)
Hal ini sebagaimana pengakuan Abu Abdillah Ar-Razi, salah seorang tokoh mereka (Mu’tazilah):
Kesudahan mengedepankan akal adalah belenggu.4
Dan kebanyakan upaya (hasil pemikiran) para intelek itu adalah kesesatan
Ruh-ruh kami terasa amat liar di dalam tubuh-tubuh kami
Dan hasil dari kehidupan dunia kami adalah gangguan dan siksaan (batin)
Tidaklah didapat dari penelitian yang kami lakukan sepanjang masa
Melainkan kumpulan statemen-statemen (yang tak menentu)
Aku (Ar-Razi) telah memperhatikan dengan seksama berbagai seluk-beluk
ilmu kalam dan metodologi filsafat, maka kulihat semua itu tidaklah
dapat menyembuhkan orang yang sakit dan tidak pula memuaskan orang yang
dahaga, dan (ternyata) metode yang paling tepat adalah metode
Al-Qur`an.” (Lihat Dar`u Ta’arudhil Aqli Wan Naqli, karya Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah 1/160)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Engkau akan mendapati
kebanyakan para intelek di bidang ilmu kalam, filsafat dan bahkan
tasawuf, yang tidak mengindahkan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebagai orang-orang yang bingung. Sebagaimana yang
dikatakan Asy Syahrastani:
“Sungguh aku telah keliling ke ma’had-ma’had (filsafat) tersebut
Dan seluruh pandanganku tertuju kepada mercusuar-mercusuarnya
Namun, tak kulihat padanya kecuali orang yang bingung sambil bertopang dagu
Dan orang yang menyesal sambil menggemertakkan giginya.”
(Dar`u Ta’arudhil Aqli Wan Naqli, 1/159)
Bersambung Bagian #3
SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU
SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU
Blogger ini muncul berdasarkan dari beberapa permintaan saudara-saudariku semua..
Alhamdulillah akhirnya tercapai juga dan selesai sudah blogger ini dibuat...
Namun kesempurnaan blogger ini belumlah maximal.
Semoga dihari..hari mendatang dapat disempurnakan blogger ini
Dan blogger ini tercipta dan ada... karena... diri saudara-saudariku semua..
Dan...tiada artinya blogger"NOTE UNTUK KAMU" ini.. jika saudara-saudariku tidak berada didalamnya....
Salam Ukhwah..........
Blogger ini muncul berdasarkan dari beberapa permintaan saudara-saudariku semua..
Alhamdulillah akhirnya tercapai juga dan selesai sudah blogger ini dibuat...
Namun kesempurnaan blogger ini belumlah maximal.
Semoga dihari..hari mendatang dapat disempurnakan blogger ini
Dan blogger ini tercipta dan ada... karena... diri saudara-saudariku semua..
Dan...tiada artinya blogger"NOTE UNTUK KAMU" ini.. jika saudara-saudariku tidak berada didalamnya....
Salam Ukhwah..........
May 7, 2013
HADITS-HADITS TENTANG SURAT YASIN
MUQADDIMAH
Kebanyakan kaum muslimin membiasakan
membaca surat Yasin, baik pada malam Jum’at, ketika mengawali atau
menutup majlis ta’lim, ketika ada atau setelah kematian dan pada
acara-acara lain yang mereka anggap penting. Saking seringnya surat
Yasin dijadikan bacaan di berbagai pertemuan dan kesempatan, sehingga
mengesankan, Al-Qur’an itu hanyalah berisi surat Yasin saja.
Dan kebanyakan orang membacanya memang karena tergiur oleh fadhilah atau keutamaan surat Yasin dari hadits-hadits yang banyak mereka dengar, atau menurut keterangan dari guru mereka.
Dan kebanyakan orang membacanya memang karena tergiur oleh fadhilah atau keutamaan surat Yasin dari hadits-hadits yang banyak mereka dengar, atau menurut keterangan dari guru mereka.
Al-Qur’an yang di wahyukan Allah adalah
terdiri dari 30 juz. Semua surat dari Al-Fatihah sampai An-Nas, jelas
memiliki keutamaan yang setiap umat Islam wajib mengamalkannya. Oleh
karena itu sangat dianjurkan agar umat Islam senantiasa membaca
Al-Qur’an.
Dan kalau sanggup hendaknya menghatamkan Al-Qur’an setiap pekan sekali, atau sepuluh hari sekali, atau dua puluh hari sekali atau khatam setiap bulan sekali. (Hadist Riwayat Bukhari, Muslim dan lainnya).
Dan kalau sanggup hendaknya menghatamkan Al-Qur’an setiap pekan sekali, atau sepuluh hari sekali, atau dua puluh hari sekali atau khatam setiap bulan sekali. (Hadist Riwayat Bukhari, Muslim dan lainnya).
Sebelum melanjutkan pembahasan, yang
perlu dicamkan dan diingat dari tulisan ini, adalah dengan membahas
masalah ini bukan berarti penulis melarang atau mengharamkan membaca
surat Yasin.
Sebagaimana surat-surat Al-Qur’an yang
lain, surat Yasin juga harus kita baca.
Akan tetapi di sini penulis hanya ingin menjelaskan kesalahan mereka yang menyandarkan tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akan tetapi di sini penulis hanya ingin menjelaskan kesalahan mereka yang menyandarkan tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain itu, untuk menegaskan bahwa tidak ada tauladan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Yasin setiap malam Jum’at, setiap memulai atau menutup majlis ilmu, ketika dan setelah kematian dan lain-lain.
Mudah-mudahan keterangan berikut ini
tidak membuat patah semangat, tetapi malah memotivasi untuk membaca dan
menghafalkan seluruh isi Al-Qur’an serta mengamalkannya.
KELEMAHAN HADITS-HADITS TENTANG FADHILAH SURAT YASIN
Kebanyakan umat Islam membaca surat Yasin
karena -sebagaimana dikemukakan di atas- fadhilah dan ganjaran yang
disediakan bagi orang yang membacanya. Tetapi, setelah penulis melakukan
kajian dan penelitian tentang hadits-hadits yang menerangkan fadhilah
surat Yasin, penulis dapati Semuanya Adalah Lemah.
Perlu ditegaskan di sini, jika telah tegak hujjah dan dalil maka kita tidak boleh berdusta atas nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebab ancamannya adalah Neraka. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan lainnya).
HADITS DHA’IF DAN MAUDHU’
Adapun hadits-hadits yang semuanya dha’if
(lemah) dan atau maudhu’ (palsu) yang dijadikan dasar tentang fadhilah
surat Yasin diantaranya adalah sebagai berikut :
Hadist 1
Artinya: “Siapa yang membaca surat
Yasin dalam suatu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni
dosanya dan siapa yang membaca surat Ad-Dukhan pada malam Jum’at maka
ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya.” (Ibnul Jauzi, Al-Maudhu’at, 1/247).
Keterangan: Hadits ini Palsu.
Ibnul Jauzi mengatakan, hadits ini dari
semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya. Imam Daruquthni berkata:
Muhammad bin Zakaria yang ada dalam sanad hadits ini adalah tukang
memalsukan hadits. (Periksa: Al-Maudhu’at, Ibnul Jauzi, I/246-247, Mizanul I’tidal III/549, Lisanul Mizan V/168, Al-Fawaidul Majmua’ah hal. 268 No. 944).
Hadits 2
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari keridhaan Allah, niscaya Allah mengampuni dosanya.”
Keterangan: Hadits ini Lemah.
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Mu’jamul Ausath dan As-Shaghir
dari Abu Hurairah, tetapi dalam sanadnya ada rawi Aghlab bin Tamim.
Kata Imam Bukhari, ia munkarul hadits. Kata Ibnu Ma’in, ia tidak ada
apa-apanya (tidak kuat). (Periksa: Mizanul I’tidal I:273-274 dan Lisanul Mizan I : 464-465).
Hadits 3
Artinya: “Siapa yang terus menerus membaca surat Yasin pada setiap malam, kemudian ia mati maka ia mati syahid.”
Keterangan: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu’jam Shaghir
dari Anas, tetapi dalam sanadnya ada Sa’id bin Musa Al-Azdy, ia seorang
pendusta dan dituduh oleh Ibnu Hibban sering memalsukan hadits.
(Periksa: Tuhfatudz Dzakirin, hal. 340, Mizanul I’tidal II : 159-160, Lisanul Mizan III : 44-45).
Hadits 4
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin pada permulaan siang (pagi hari) maka akan diluluskan semua hajatnya.”
Keterangan: Hadits ini Lemah.
Ia diriwayatkan oleh Ad-Darimi dari jalur
Al-Walid bin Syuja’. Atha’ bin Abi Rabah, pembawa hadits ini tidak
pernah bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab ia lahir sekitar tahun 24H dan wafat tahun 114H.
(Periksa: Sunan Ad-Darimi 2:457, Misykatul Mashabih, takhrij No. 2177, Mizanul I’tidal III:70 dan Taqribut Tahdzib II:22).
Hadits 5
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur’an dua kali.” (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Keterangan: Hadits ini Palsu.
(Lihat Dha’if Jamiush Shaghir, No. 5801 oleh Syaikh Al-Albani).
Hadits 6
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur’an sepuluh kali.” (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Keterangan: Hadits ini Palsu.
(Lihat Dha’if Jami’ush Shagir, No. 5798 oleh Syaikh Al-Albani).
Hadits 7
Artinya: “Sesungguhnya tiap-tiap
sesuatu mempunyai hati dan hati (inti) Al-Qur’an itu ialah surat Yasin.
Siapa yang membacanya maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya
itu seperti pahala membaca Al-Qur’an sepuluh kali.”
Keterangan: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi
(No. 304 8) dan Ad-Darimi 2:456. Di dalamnya terdapat Muqatil bin
Sulaiman. Ayah Ibnu Abi Hatim berkata: Aku mendapati hadits ini di awal
kitab yang di susun oleh Muqatil bin Sulaiman. Dan ini adalah hadits
batil, tidak ada asalnya. (Periksa: Silsilah Hadits Dha’if no. 169, hal. 202-203). Imam Waqi’ berkata: Ia adalah tukang dusta. Kata Imam Nasa’i: Muqatil bin Sulaiman sering dusta.
(Periksa: Mizanul I’tidal IV:173).
Hadits 8
Artinya: “Siapa yang membaca surat
Yasin di pagi hari maka akan dimudahkan (untuknya) urusan hari itu
sampai sore. Dan siapa yang membacanya di awal malam (sore hari) maka
akan dimudahkan urusannya malam itu sampai pagi.”
Keterangan: Hadits ini Lemah.
Hadits ini diriwayatkan Ad-Darimi 2:457
dari jalur Amr bin Zararah. Dalam sanad hadits ini terdapat Syahr bin
Hausyab. Kata Ibnu Hajar: Ia banyak memursalkan hadits dan banyak
keliru. (Periksa: Taqrib I:355, Mizanul I’tidal II:283).
Hadits 9
Artinya: “Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang akan mati di antara kamu.”
Keterangan: Hadits ini Lemah.
Diantara yang meriwayatkan hadits ini
adalah Ibnu Abi Syaibah (4:74 cet. India), Abu Daud No. 3121. Hadits ini
lemah karena Abu Utsman, di antara perawi hadits ini adalah seorang
yang majhul (tidak diketahui), demikian pula dengan ayahnya. Hadits ini
juga mudtharib (goncang sanadnya/tidak jelas).
Hadits 10
Artinya: “Tidak seorang pun akan
mati, lalu dibacakan Yasin di sisinya (maksudnya sedang naza’) melainkan
Allah akan memudahkan (kematian itu) atasnya.”
Keterangan: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim
dalam kitab Akhbaru Ashbahan I :188. Dalam sanad hadits ini terdapat
Marwan bin Salim Al Jazari. Imam Ahmad dan Nasa’i berkata, ia tidak bisa
dipercaya. Imam Bukhari, Muslim dan Abu Hatim berkata, ia munkarul
hadits. Kata Abu ‘Arubah Al Harrani, ia sering memalsukan hadits.
(Periksa: Mizanul I’tidal IV : 90-91).
PENJELASAN
Abdullah bin Mubarak berkata: Aku berat
sangka bahwa orang-orang zindiq (yang pura-pura Islam) itulah yang telah
membuat riwayat-riwayat itu (hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat
tertentu).
Dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: Semua hadits yang mengatakan, barangsiapa membaca surat ini akan diberikan ganjaran begini dan begitu SEMUA HADITS TENTANG ITU ADALAH PALSU.
Sesungguhnya orang-orang yang memalsukan hadits-hadits itu telah mengakuinya sendiri.
Mereka berkata, tujuan kami membuat hadits-hadits palsu adalah agar manusia sibuk dengan (membaca surat-surat tertentu dari Al-Qur’an) dan menjauhkan mereka dari isi Al-Qur’an yang lain, juga kitab-kitab selain Al-Qur’an. (Periksa: Al-Manarul Munffish Shahih Wadh-Dha’if, hal. 113-115).
Dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: Semua hadits yang mengatakan, barangsiapa membaca surat ini akan diberikan ganjaran begini dan begitu SEMUA HADITS TENTANG ITU ADALAH PALSU.
Sesungguhnya orang-orang yang memalsukan hadits-hadits itu telah mengakuinya sendiri.
Mereka berkata, tujuan kami membuat hadits-hadits palsu adalah agar manusia sibuk dengan (membaca surat-surat tertentu dari Al-Qur’an) dan menjauhkan mereka dari isi Al-Qur’an yang lain, juga kitab-kitab selain Al-Qur’an. (Periksa: Al-Manarul Munffish Shahih Wadh-Dha’if, hal. 113-115).
KESIMPULAN
Dengan demikian jelaslah bahwa
hadit-hadits tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin, semuanya LEMAH
dan PALSU. Oleh karena itu, hadits-hadits tersebut tidak dapat dijadikan
hujjah untuk menyatakan keutamaan surat ini dan surat-surat yang lain,
dan tidak bisa pula untuk menetapkan ganjaran atau penghapusan dosa bagi
mereka yang membaca surat ini. Memang ada hadits-hadits shahih tentang
keutamaan surat Al-Qur’an selain surat Yasin, tetapi tidak menyebut soal
pahala. Wallahu A’lam.
May 1, 2013
MEWASPADAI FITNAH NEW-AGE (PELATIHAN SPIRITUAL DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MUSLIM BAGIAN #1)
Tidak jarang kita mengamati banyak sekali pelatihan-petihan
motivasi spiritual hadir di Negara kita.
Selain melejitkan potensi keimnanan, ada pula yang mengaku bisa mendekatkan spiritualitas seorang hamba kepadaNya.
Caranya simpel, sahabat-sahabatku hanya disuruh kosongkan pikiran, dengarkan hati nurani, ingat dosa-dosa anda dan rasakan ada titik Tuhan hadir disitu.
Pelatihan ini banyak berbandrol jutaan rupiah. Ia diisi orang-orang berdasi.
Panitianya rupa-rupa warnanya.
Ada yang berjilbab ketat, kerudung selempangan, sampai yang tidak menutup aurat.
Yang lelaki, apalagi: necis, wangi, gagah dengan jas menyelimuti punggungnya.
Pelatihan model seperti ini mencoba meredusir Islam dari ideologi ke spiritualitas belaka.
Dari tauhid menjadi macam-macam tuhan serba ada. Makanya anda jangan kaget, jika ada orang Budha, Hindu, Nashrani, Konghucu hadir di pelatihan ini.
Dalihnya, bahwa mereka sama-sama memiliki suara hati seperti orang Islam.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa mengidentifikasi mana suara hati dan mana suara setan.....?
............. Bersambung Bagian #2
Selain melejitkan potensi keimnanan, ada pula yang mengaku bisa mendekatkan spiritualitas seorang hamba kepadaNya.
Caranya simpel, sahabat-sahabatku hanya disuruh kosongkan pikiran, dengarkan hati nurani, ingat dosa-dosa anda dan rasakan ada titik Tuhan hadir disitu.
Pelatihan ini banyak berbandrol jutaan rupiah. Ia diisi orang-orang berdasi.
Panitianya rupa-rupa warnanya.
Ada yang berjilbab ketat, kerudung selempangan, sampai yang tidak menutup aurat.
Yang lelaki, apalagi: necis, wangi, gagah dengan jas menyelimuti punggungnya.
Pelatihan model seperti ini mencoba meredusir Islam dari ideologi ke spiritualitas belaka.
Dari tauhid menjadi macam-macam tuhan serba ada. Makanya anda jangan kaget, jika ada orang Budha, Hindu, Nashrani, Konghucu hadir di pelatihan ini.
Dalihnya, bahwa mereka sama-sama memiliki suara hati seperti orang Islam.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa mengidentifikasi mana suara hati dan mana suara setan.....?
............. Bersambung Bagian #2
ALAM JIN DAN RAHASIANYA MENURUT ISLAM (Bagian#1)
Penglihatan manusia tentu tidak bisa menjangkau benda yang berada di balik tembok.
Contoh kecil di atas menunjukkan betapa indera manusia mempunyai keterbatasan.
Oleh karena itu, teramat naif jika ada orang-orang yang menolak hal-hal ghaib dengan mendewakan panca inderanya.
Merunut sejarahnya, secara psikologis, umat manusia –sejak dahulu kala– mempunyai keingintahuan yang besar terhadap segala sesuatu yang bersifat ghaib, khususnya bila berkaitan dengan peristiwa dan kejadian di masa datang.
Saking penasarannya, terkadang mereka menyempatkan (baca: mengharuskan) diri untuk mendatangi tukang ramal; baik dari kalangan ahli nujum, dukun, ataupun ’orang pintar’.
Ada kalanya dengan cara mengait-ngaitkan sesuatu yang dilihat ataupun didengar, dengan kesialan atau keberhasilan nasib yang akan dialaminya (tathayyur).
Dan ada kalanya pula dengan meyakini ta’bir (takwil) mimpi yang diramal oleh orang pintar –menurut mereka. Tragisnya, orang yang dianggap mengerti akan hal ini justru mendapatkan posisi kunci di tengah masyarakatnya dan meraih gelar kehormatan semacam orang pintar dan ahli supranatural.
Bahkan gelar kebesaran ‘wali’ pun acap kali disematkan untuk mereka.
Wallahul musta’an.
Kondisi semacam ini tidak hanya terjadi pada masyarakat awam yang identik dengan buta huruf dan penduduk pedesaan semata.
Namun kalangan ‘intelektual’ dan modernis pun ternyata turut terkontaminasi dengan itu semua.
Tidaklah mengherankan jika kemudian berbagai macam ‘ilmu’ yang konon dapat menyingkap perkara-perkara ghaib meruak ke permukaan dan banyak dipelajari oleh sebagian masyarakat (belajar ilmu metafisika,
Tenaga Dalam, Ilmu trawangan, Kasyaf “sufi” dll) , meskipun dalam prakteknya kerap kali harus bekerja sama dengan jin (baca: setan).
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh berkata: “Yang paling banyak terjadi pada umat ini adalah pemberitaan jin kepada kawan-kawannya dari kalangan manusia tentang berbagai peristiwa ghaib di muka bumi ini1.
Orang yang tidak tahu (proses ini, -pen) menyangka bahwa itu adalah kasyaf dan karamah.
Bahkan banyak orang yang tertipu dengannya dan beranggapan bahwa pembawa berita ghaib (dukun, paranormal, orang pintar dll, -pen) tersebut sebagai wali Allah, padahal hakekatnya adalah wali setan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيْعًا يَامَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ اْلإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ اْلإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِيْنَ فِيْهَا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيْمٌ عَلِيْمٌ
“Dan (ingatlah) akan suatu hari ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan mereka semua, (dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman): ‘Hai golongan jin (setan), sesungguhnya kalian telah banyak menyesatkan manusia’, lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari kalangan manusia: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapat kesenangan dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai pada waktu yang telah Engkau tentukan’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Neraka itulah tempat tinggal kalian, dan kalian kekal abadi di dalamnya, kecuali bila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki (yang lain).’ Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-An’am: 128) (Fathul Majid, hal. 353)Rahasia Alam Ghaib
Alam ghaib menyimpan rahasia tersendiri. Rahasia alam ghaib, ada yang Allah khususkan untuk diri-Nya semata dan tidak diberitakan kepada seorang pun dari hamba-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِيْ كِتَابٍ مُبِيْنٍ
“Dan hanya di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidaklah ada sesuatu yang basah atau pun yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al-An’am: 59)Tentang hal ini, Nabi Nuh ‘alaihissalam berkata, sebagaimana dalam firman Allah:
وَلاَ أَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْب
“Dan aku tidak mengatakan kepada kalian (bahwa): ‘Aku mempunyai gudang-gudang rizki dan kekayaan dari Allah, dan aku tiada mengetahui yang ghaib’.” (Hud: 31)Demikian pula Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan Allah untuk mengatakan:
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ
“Katakanlah: ‘Aku tidak mampu menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raf: 188)
Di antara perkara ghaib yang Allah Subhanahu wa Ta’ala khususkan untuk diri-Nya semata adalah apa yang terkandung dalam firman-Nya:
إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي اْلأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya semata pengetahuan tentang (kapan terjadinya) hari kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.Dan tiada seorang pun yang bisa mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia dapatkan di hari esok.
Dan tiada seorang pun yang bisa mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)
Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya Malaikat Jibril tentang kapan terjadinya hari kiamat:
فِيْ خَمْسٍ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ اللهُ. ثُمَّ تَلاَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ} الآية
“…termasuk dari lima perkara (ghaib) yang tidak diketahui kecuali oleh Allah semata. Kemudian Nabi membaca ayat (dari surat Luqman tersebut,-pen.).” (HR Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 50, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Berdasarkan hadits ini, tidak ada celah sedikit pun bagi seorang pun untuk mengetahui (dengan pasti) salah satu dari lima perkara (ghaib) tersebut.
Dan Nabi telah menafsirkan firman Allah surat Al-An’am: 59 (di atas) dengan lima perkara ghaib (yang terdapat dalam Luqman: 34, -pen.) tersebut, sebagaimana yang terdapat dalam Shahih (Al-Bukhari, -pen.).” (Fathul Bari, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar 1/150-151)
Di antara perkara ghaib, ada yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para Rasul yang diridhai-Nya, termasuk di antaranya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُوْلٍ
“(Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Mengetahui perkara ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang perkara ghaib itu, kecuali yang Dia ridhai dari kalangan Rasul.” (Al-Jin: 26-27)وَمَا كَانَ اللهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian perkara-perkara ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara para Rasul-Nya.” (Ali Imran: 179)Maka dari itulah, perkara ghaib tidak mungkin diketahui secara pasti dan benar kecuali dengan bersandar pada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya.
Lalu bagaimanakah dengan orang-orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib tanpa bersandar kepada keterangan dari keduanya...?
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Barangsiapa mengaku bahwa dirinya mengetahui perkara ghaib tanpa bersandar kepada keterangan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia adalah pendusta dalam pengakuannya tersebut.” (Fathul Bari, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar, 1/151)
Apakah jin (setan) mengetahui perkara ghaib..?
Jawabannya adalah: Tidak.
Jin tidak mengerti perkara ghaib, sebagaimana yang Allah nyatakan:
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلاَّ دَابَّةُ اْلأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُوْنَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِيْنِ
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka (tentang kematiannya) itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui perkara ghaib tentulah mereka tidak akan berada dalam kerja keras (untuk Sulaiman) yang menghinakan.” (Saba`: 14)Adapun apa yang mereka beritakan kepada kawan-kawannya dari kalangan manusia (dukun, paranormal, orang pintar, dll.) tentang perkara ghaib, maka itu semata-mata dari hasil mencuri pendengaran di langit2. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ. إِلاَّ مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِيْنٌ
“Dan Kami menjaganya (langit) dari tiap-tiap setan yang terkutuk. Kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (Al-Hijr: 17-18)>>>> Bersambung bagian #2
Subscribe to:
Posts (Atom)