SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU

SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU

Blogger ini muncul berdasarkan dari beberapa permintaan saudara-saudariku semua..

Alhamdulillah akhirnya tercapai juga dan selesai sudah blogger ini dibuat...

Namun kesempurnaan blogger ini belumlah maximal.

Semoga dihari..hari mendatang dapat disempurnakan blogger ini

Dan blogger ini tercipta dan ada... karena... diri saudara-saudariku semua..

Dan...tiada artinya blogger"NOTE UNTUK KAMU" ini.. jika saudara-saudariku tidak berada didalamnya....

Salam Ukhwah..........

Dec 23, 2011

KETULUSAN

Alkisah di sebuah rumah mewah yang terletak dipinggiran sebuah kota, hiduplah sepasang suami istri. Dari sekilas orang yang memandang, mereka adalah pasangan yang sangat harmonis.

Para tetangganya pun tahu bagaimana usaha mereka dalam meraih kehidupan mapan yang seperti saat ini.

Sayang................, pasangan itu belum lengkap.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun pernikahan mereka, pasangan itu belum juga dikaruniai seorang anak pun yang mereka harapkan.

Karenanya walaupun masih saling mencinta, si suami berkeinginan menceraikan istrinya karena dianggap tak mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasinya.

Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sedih dan duka yang mendalam, si istri akhirnya menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.




Dengan perasaan tidak menentu, suami istri itu menyampaikan rencana perceraian kepada orang tua mereka.

Meskipun orang tua mereka tidak setuju, tapi tampaknya keputusan bulat sudah diambil si suami.

Setelah berbincang-bincang cukup lama dan alot, kedua orang tua pasangan itu dengan berat hati menyetujui perceraian tersebut.

Tetapi, mereka mengajukan syarat, yakni agar perceraian pasangan suami istri itu diselenggarakan dalam sebuah sebuah pesta yang sama besarnya seperti pesta saat mereka menikah dulu.

Agar tidak mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan mengadakan pesta perceraian itu pun disetujui.

Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan.

Sungguh, itu merupakan pesta yang tidak membahagiakan bagi siapa saja yang hadir dalam pesta itu.

Si suami tampak tertekan dan terus meminum arak sampai mabuk dan sempoyongan.

Sementara sang istri tampak terus melamun dan sesekali mengusap air matanya di pipinya.

Di sela mabuknya si suami berkata lantang, “Istriku, saat kau pergi nanti. semua barang berharga atau apapun yang kamu suka dan kamu sayangi, Ambillah dan Bawalah............. !!“.

Setelah berkata seperti itu, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.
Keesokan harinya, setelah pesta usai, si suami terbangun dari tidur dengan kepala berdenyut-denyut.

Dia merasa tidak mengenali keadaan disekelilingnya selain sosok yang sudah dikenalnya bertahun-tahun yaitu sang istri yang ia cintai.

Maka, dia pun bertanya “Ada dimakah aku .........?

Kenapa ini bukan di kamar kita.......... ?

Apakah aku masih mabuk dan bermimpi...... ? tolong jelaskan.”
Si istri menatap penuh cinta pada suaminya dengan mata berkaca-kaca dan menjawab, “Suamiku, ini karena dirumah orang tuaku.

Kemaren kau bilang didepan semua orang bahwa engkau berkata kepadaku, bahwa aku boleh membawa apa saja yang aku mau dan aku sayangi.

Di dunia ini tidak ada satu barang yang berharga dan aku cintai dengan sepenuh hati selain kamu. karena itu kamu sekarang kubawa serta ke rumah orang tuaku.

Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu.”

Dengan perasaan terkejut setelah sesaat tersadar, si suami bangun dan memeluk istrinya, “Maafkan aku Istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa dalamnya cintamu padaku.

Walaupun aku telah menyakitimu, dan berniat menceraikanmu, tetapi engkau masih mau membawa serta diriku bersamamu dalam keadaan apapun“.

Akhirnya kedua suami istri ini ini berpelukan dan saling bertangisan.

Mereka akhirnya mengikat janji akan tetap saling mencintai hingga ajal memisahkannya

Dec 22, 2011

KESUKSESAN ADA DALAM TANGAN KITA SENDIRI

Dalam kehidupan, kita mengenal namanya takdir.

Takdir adalah suatu ketentuan akan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini.

Jadi, segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.

Masing-masing manusia memiliki takdir yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Tergantung bagaimana dia membawa dirinya sendiri.

Sebagaimana yang selalu kita lihat setiap hari, ada orang yang rajin, tapi ada juga yang malas.

Ada orang yang pandai, tapi ada juga yang bodoh.

Sebenarnya apa yang membedakan mereka...........?

Padahal mereka sama-sama di anugerahi dengan akal dan pikiran yang sama.

Apakah karena kekayaan, atau karena keturunan.

Ternyata bukan, kekayaan dan keturunan tidak memiliki pengaruh yang besar akan  kesuksesan seseorang.

Kenyataannya, sikap dan pemikiranlah yang membedakan antara orang yang satu dengan yang lainnya.

Apa yang dia kerjakan dan pikirkan, itulah yang menentukan bagaimana hidupnya.




Dan hal itulah yang membedakan bagaimana nasib seseorang.

Diri kitalah, yang menentukan nasib kita kedepan.

Apa yang kita lakukan dan pikirkan sekarang, itulah nasib kita kedepan.

Hidup hanyalah pilihan, apakah kita akan memilih sukses atau gagal, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, bermanfaat atau pecundang.

Nasib kita, ditentukan oleh diri kita sendiri.

ISLAM TENTANG NIKAH SIRI (Pengetahuan)

Keinginan pemerintah untuk memberikan fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan siri, kini telah dituangkan dalam rancangan undang-undang tentang perkawinan.  

Sebagaimana penjelasan Nasarudin Umar, Direktur Bimas Islam Depag, RUU ini akan memperketat pernikahan siri, kawin kontrak, dan poligami. 




Berkenaan dengan nikah siri, dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg, pernikahan siri dianggap perbuatan ilegal, sehingga pelakunya akan dipidanakan dengan sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah.  

Tidak hanya itu saja, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. 

" Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. "

Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara. [Surya Online, Sabtu, 28 Februari, 1009]

Sebagian orang juga berpendapat bahwa orang yang melakukan pernikahan siri, maka suami isteri tersebut tidak memiliki hubungan pewarisan.  

Artinya, jika suami meninggal dunia, maka isteri atau anak-anak keturunannya tidak memiliki hak untuk mewarisi harta suaminya.  

Ketentuan ini juga berlaku jika isteri yang meninggal dunia.

Lalu....., bagaimana pandangan Islam terhadap nikah siri.....?

Bolehkah orang yang melakukan nikah siri dipidanakan...?

Benarkah orang yang melakukan pernikahan siri tidak memiliki hubungan pewarisan..........? 

Definisi dan Alasan Melakukan Pernikahan Siri

Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan; 
Pertama; pernikahan tanpa wali. 

Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat

Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. 

Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya. 

Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

Adapun hukum syariat atas ketiga fakta tersebut adalah sebagai berikut.
Hukum Pernikahan Tanpa Wali
Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali.  

Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
لا نكاح إلا بولي
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].

Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. 

Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل
“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].
Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها
”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)

Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. 

Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah subhanaahu wa ta'ala, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia.

Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali.

Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). 

 Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.

Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil

Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil.

Sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda; yakni :
(1) Hukum pernikahannya
(2) Hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. 

Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. 

 Seseorang baru absah dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.

Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat. 

 Untuk itu........, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau makruh.

Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut;
Pertama:
Meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya
Kedua 
Mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya
Ketiga:
Melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara.

Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. 

Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut;
(1) wali, 
(2) dua orang saksi
(3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.
Adapun berkaitan hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara, maka kasus ini dapat dirinci sebagai berikut. 

Pertama, pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. 

Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. 

Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. 

Hanya saja........., dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti syar’iy. 

Kesaksian dari saksi-saksi pernikahan atau orang-orang yang menyaksikan pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh negara sebagai alat bukti syar’iy. 

 Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis. 

Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya. 

Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan.  

Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang menghadiri pernikahan siri tersebut sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar’iy. 

Negara tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan siri tersebut. 

Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara. 

Lebih dari itu, kebanyakan masyarakat pada saat itu, melakukan pernikahan tanpa dicatat di lembaga pencatatan sipil. 

Tidak bisa dinyatakan bahwa pada saat itu lembaga pencatatan belum berkembang, dan keadaan masyarakat saat itu belumnya sekompleks keadaan masyarakat sekarang. 

Pasalnya, para penguasa dan ulama-ulama kaum Muslim saat itu memahami bahwa hukum asal pencatatan pernikahan bukanlah wajib, akan tetapi mubah.  

Mereka juga memahami bahwa pembuktian syar’iy bukan hanya dokumen tertulis.

Nabi shallallahu alaihi wasallam sendiri melakukan pernikahan, namun kita tidak pernah menemukan riwayat bahwa melakukan pencatatan atas pernikahan beliau, atau beliau mewajibkan para shahabat untuk mencatatkan pernikahan mereka; walaupun perintah untuk menulis (mencatat) beberapa muamalah telah disebutkan di dalam al-Quran, misalnya firman Allah swt;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. 
Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. 
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. 
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. 
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). 
Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. 
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. 
Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. 
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. 
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. 
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.[TQS AL Baqarah (2):

Ketiga, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan tindakan mukhalafat

Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas, pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya. 

Khalifah memiliki hak dan berwenang mengatur urusan-urusan semacam ini berdasarkan ijtihadnya.  

Aturan yang ditetapkan oleh khalifah atau qadliy dalam perkara-perkara semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. 

Siapa saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam urusan-urusan tersebut, maka ia telah terjatuh dalam tindakan mukhalafat dan berhak mendapatkan sanksi mukhalafat.  

Misalnya, seorang khalifah berhak menetapkan jarak halaman rumah dan jalan-jalan umum, dan melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di sampingnya pada jarak sekian meter. 

Jika seseorang melanggar ketentuan tersebut, khalifah boleh memberi sanksi kepadanya dengan denda, cambuk, penjara, dan lain sebagainya. 

Khalifah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan takaran, timbangan, serta ukuran-ukuran khusus untuk pengaturan urusan jual beli dan perdagangan. Ia berhak untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melanggar perintahnya dalam hal tersebut. 

Khalifah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk kafe-kafe, hotel-hotel, tempat penyewaan permainan, dan tempat-tempat umum lainnya; dan ia berhak memberi sanksi bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut. 

Demikian juga dalam hal pengaturan urusan pernikahan.  

Khalifah boleh saja menetapkan aturan-aturan administrasi tertentu untuk mengatur urusan pernikahan; misalnya, aturan yang mengharuskan orang-orang yang menikah untuk mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan resmi negara, dan lain sebagainya.  

Aturan semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat.  

Untuk itu, negara berhak memberikan sanksi bagi orang yang tidak mencatatkan pernikahannya ke lembaga pencatatan negara. 

Pasalnya, orang yang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan negara -- padahal negara telah menetapkan aturan tersebut—telah terjatuh pada tindakan mukhalafat.  

Bentuk dan kadar sanksi mukhalafat diserahkan sepenuhnya kepada khalifah dan orang yang diberinya kewenangan. 

Yang menjadi catatan di sini adalah, pihak yang secara syar’iy absah menjatuhkan sanksi mukhalafat hanyalah seorang khalifah yang dibai’at oleh kaum Muslim, dan orang yang ditunjuk oleh khalifah. 

Selain khalifah, atau orang-orang yang ditunjuknya, tidak memiliki hak dan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi mukhalafat. 

Atas dasar itu, kepala negara yang tidak memiliki aqad bai’at dengan rakyat, maka kepala negara semacam ini tidak absah menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada rakyatnya. 

Sebab......., seseorang baru berhak ditaati dan dianggap sebagai kepala negara jika rakyat telah membai’atnya dengan bai’at in’iqad dan taat. Adapun orang yang menjadi kepala negara tanpa melalui proses bai’at dari rakyat (in’iqad dan taat), maka ia bukanlah penguasa yang sah, dan rakyat tidak memiliki kewajiban untuk mentaati dan mendengarkan perintahnya.  

Lebih-lebih lagi jika para penguasa itu adalah para penguasa yang menerapkan sistem kufur alas demokrasi dan sekulerisme, maka rakyat justru tidak diperkenankan memberikan ketaatan kepada mereka.

Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam ini negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya. 

Pasalnya, orang tersebut tidak mencatatkan pernikahannya dikarenakan ketidak mampuannya; sedangkan syariat tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya.  

Oleh karena itu, negara tidak boleh mempidanakan orang tersebut, bahkan wajib memberikan pelayanan pencatatan gratis kepada orang-orang yang tidak mampu mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan Negara.

Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah). 

 Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda;
حَدَّثَنَا أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]

Banyak hal-hal positif yang dapat diraih seseorang dari penyiaran pernikahan; di antaranya adalah ; 
(1) untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; 
(2) memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai; 
(3) memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.
Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau dirahasiakan (siri).  

Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan yang dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat terhadap perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya ketika dimintai persaksian mengenai pernikahannya. 

Jika ia tidak memiliki dokumen resmi, maka dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.

Bahaya Terselubung Surat Nikah
Walaupun pencatatan pernikahan bisa memberikan implikasi-implikasi positif bagi masyarakat, hanya saja keberadaan surat nikah acapkali juga membuka ruang bagi munculnya praktek-praktek menyimpang di tengah masyarakat. 
Lebih-lebih lagi, pengetahuan masyarakat tentang aturan-aturan Islam dalam hal pernikahan, talak, dan hukum-hukum ijtimaa’iy sangatlah rendah, bahwa mayoritas tidak mengetahui sama sekali. 

Diantara praktek-praktek menyimpang dengan mengatasnamakan surat nikah adalah;
Pertama, ada seorang suami mentalak isterinya sebanyak tiga kali, namun tidak melaporkan kasus perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga keduanya masih memegang surat nikah. 
Ketika terjadi sengketa waris atau anak, atau sengketa-sengketa lain, salah satu pihak mengklaim masih memiliki ikatan pernikahan yang sah, dengan menyodorkan bukti surat nikah.  
Padahal, keduanya secara syar’iy benar-benar sudah tidak lagi menjadi suami isteri.
Kedua, surat nikah kadang-kadang dijadikan alat untuk melegalkan perzinaan atau hubungan tidak syar’iy antara suami isteri yang sudah bercerai.  

Kasus ini terjadi ketika suami isteri telah bercerai, namun tidak melaporkan perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga masih memegang surat nikah. 

Ketika suami isteri itu merajut kembali hubungan suami isteri –padahal mereka sudah bercerai–, maka mereka akan terus merasa aman dengan perbuatan keji mereka dengan berlindung kepada surat nikah. 

Sewaktu-waktu jika ia tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan keji, keduanya bisa berdalih bahwa mereka masih memiliki hubungan suami isteri dengan menunjukkan surat nikah.

Inilah beberapa bahaya terselubung di balik surat nikah. 
Oleh karena itu, penguasa tidak cukup menghimbau masyarakat untuk mencatatkan pernikahannya pada lembaga pencatatan sipil negara, akan tetapi juga berkewajiban mendidik masyarakat dengan hukum syariat –agar masyarakat semakin memahami hukum syariat–, dan mengawasi dengan ketat penggunaan dan peredaran surat nikah di tengah-tengah masyarakat, agar surat nikah tidak justru disalahgunakan. 

Selain itu, penguasa juga harus memecahkan persoalan perceraian yang tidak dilaporkan di pengadilan agama, agar status hubungan suami isteri yang telah bercerai menjadi jelas.  

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Info From ; HTI Press

PAKE "HP" ATAU HATE (BACA HATI)

Handphone merupakan sarana yang bisa dimanfaatkan untuk kebaikan dan keburukan. Tergantung pemakainya sendiri.

Ditangan orang-orang yang beriman dan bertakwa peralatan tersebut akan bermanfaat sekali. Karena digunakan untuk mendukung aktivitas ketakwaannya.

Misalnya digunakan untuk menjalin silaturahim atau juga digunakan untuk berdakwah di jalan Allah Subhanaahu Wa Ta'ala, mengajak saudara muslim untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanaahu Wa Ta'ala

Namun sebaliknya, bila alat tersebut jatuh ke tangan orang-orang yang suka bermaksiat, maka akan digunakan untuk mendukung hal-hal yang berbau maksiat dan dosa.

Contohnya digunakan untuk bermesra-mesraan dengan lawan jenis yang non muhrim, atau HP (baca:hape) digunakan untuk menipu orang lain dengan janji uang tunai atau barang mewah dengan syarat menyebutkan nomer rekening.

Dalam kondisi seperti ini, tentu sebuah alat hanya akan mendukung bertambahnya dosa-dosa. Naudzubillah min dzalik.

Seperti halnya pasangan muda ini yang bertekad membangun kehidupan rumah tangga dengan semangat dakwah.

Sang suami selalu memanfaatkan fungsi hape, selain untuk sarana komunikasi, hape juga dimanfaatkan untuk alarm, sebagai sarana membangunkan sholat tahajud. Maklum, akhir-akhir ini agenda qiyamul lail sering terlewat.

Sang suami juga tidak bisa mengandalkan istri untuk membangunkan.”Beberapa bulan terakhir ini, tahajudku sering terlewat.

Karena itu, aku coba memanfaatkan alarm hape,” kata sang suami saat mengevaluasi diri dengan sang istri.

Karena itu, setiap menjelang tidur sang suami tak lupa pencat-pencet keyboard hape untuk menyeting waktu tahajud. ”03.00 am,” begitu tulis sang suami, ia memastikan fungsi alarm sudah diaktifkan.

Hari-hari pun berlalu, setiap bunyi khas alarm hape bersuara memecah keheningan malam, memaksa sang suami untuk bangkit dari alam tidur.

Tapi......... apa yang terjadi, ia tak beranjak bangun menuju tempat wudhu dan mendirikan sholat sunnah yang sangat disukai orang-orang sholeh ini. Sang suami malah memencet tombol keyboard untuk memastikan alarm hape mati.

Setelah itu, ia melanjutkan kembali merangkai mimpi yang sempat terhenti.

Kejadian ini terus berulang, kemudian menjadi seremoni jelang tidur.

Menghidupkan alarm hape, dengan harapan bisa bagun di sepertiga malam. Akan tetapi setelah alarm hape ‘berteriak’ pertanda waktu tahajud.

Seketika itu juga, ia mematikan sumber suara itu. Sepertinya lagu almarhum mbah Surip “Bangun lagi…Tidur lagi” menjadi ‘stereotype’nya.

Tentu kebiasaan kurang baik ini menjadi sorotan khusus sang istri, yang menghendaki sang suami menjadi tauladan keluarga. “Saya udah berusaha untuk tahajud say, tapi kebablasan terus,” kata sang suami menjelaskan.

Mendengarkan ‘pembelaan’ suami, sang istri hanya bersungat-sungut,”Makanye bang kalo mau sholat tahajud, niatnya ditaruh di hate (baca:hati) jangan di hape.”

Sementara sang suami hanya nyengir kuda disamping istri yang tak lelah mengingatkan supaya baik ruhiyahnya.***

Dec 12, 2011

BILA ISTERI CEREWET

Adakah istri yang tidak cerewet....?
Sulit menemukannya.
Bahkan istri Khalifah sekaliber Umar bin Khatab pun cerewet.
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa.
Menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab.
Ia ingin mengadu pada khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya.

Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun.
Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah.
Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar.
Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah.
Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah.
Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel..?
Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun...?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal. Istrinya berperan sebagai BP4. Apakah BP4 tersebut....?
1. Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata.
Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya.
Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora.
Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat.
Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar.
Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah.
Membawanya ke langit biru.
Melambungkan raga hingga langit ketujuh.
Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.
2. Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore suami bekerja.
Berpeluh...
Terkadang sampai mejelang malam.
Mengumpulkan harta.
Setiap hari selalu begitu.
Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya.
Mendapatkan uang, beli ini beli itu.
Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara.
..Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi...?
Berapa pula ia mau dibayar.
Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya.
Umar ingat betul akan hal itu.
Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.
3. Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan.
Kulit legam tapi berpakaian warna gelap.
Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar.
Atasan dan bawahan sering tak sepadan.
Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaianannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek.
Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri.
Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu
4. Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri.
Benih tumbuh, mekar.
Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan.
Tak berhenti sampai di situ.
Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar.
Kokoh dan kuat.
Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan.
Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku.....?akulah yang membuatnya begitu...? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya.
Umar paham benar akan hal itu.
5. Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan.
Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh pemasukan untuk mengembalikan energi.
Di meja makan suami Cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi danl alapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran.
Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang.
Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah.

Yang suami tahu hanya makan.
Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak.
Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami.
Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel.

Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya.
Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya.
Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya.

Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda.
Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.
Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.
WallahuAlam.

KU INGIN MENIKAH...NAMUN PENAMPILANKU BELUM INDAH BAGI ORANG LAIN

Pernikahan, adalah momen penting bagi setiap orang. Termasuk juga bagiku. Setelah sekian lama, aku berharap kejadian sakral itu segera terjadi dalam hidupku.
Aku benar- benar ingin menikah, tapi...
Aku belum bisa memantaskan diriku dengan keikhlasan karena Allah, untuk sebuah pengabdian kepada seorang laki- laki. Ya, laki- laki yang nantinya akan menjadi suamiku.
Semua karena masih besarnya egoku, dan susahnya diriku, bahkan untuk sekedar menyenangkan orang lain. Yang ada malah, aku ingin selalu dimanjakan dan disenangkan.
Tak ada istilah kemakluman bagiku atas diri orang lain.
Karena itu sungguh sangatlah sulit untuk ku lakukan. Tidak ada istilah `kita` dalam hidupku, yang ada adalah, kamu dan aku.
Aku ingin menikah, tapi... aku belum bisa dan belum terbiasa untuk berbagi.
Bagiku, semua milikku adalah milikku, dan menurutku orang lainpun harus berusaha sendiri untuk mendapatkan sesuatu yang kemudian akan menjadi milik mereka.
Aku ingin menikah, tapi...aku belum bisa bersabar.
Aku terbiasa mengumbar emosiku atas apapun yang aku mau dan yang aku suka.
Yang aku mau adalah, justru orang lain bersabar atas apa adanya aku.
Yang aku mau adalah, orang lain selalu membenarkan apapun pendapatku, serta menurutinya.
Aku ingin menikah, Tapi... aku belum bisa bersikap lembut.
Buatku, lembut adalah lemah.
Dan menurutku, wanita lembut adalah identik dengan ketidak mampuan mereka untuk melawan dan hanya sekedar menuruti keinginan orang lain.
Aku ingin menikah, tapi...aku adalah pribadi yang susah dipercaya.
Bagiku kejelekan siapapun, kecuali diriku sendiri adalah sesuatu yang enak untuk dibicarakan dan bagiku itu adalah hiburan.
 
Kadang aku bertanya pada diri sendiri, lalu bagaimana jika nanti suamiku memiliki kekurangan yang jelas- jelas aku akan tahu.. entahlah, yang aku tahu aku hanya ingin menikah.
Aku ingin menikah...., Tapi aku belum bisa tampil indah bagi orang lain.
Menurutku, orang lain harus menerima apa adanya aku.
Jika mereka tak menyukainya, itu hak mereka dan bukan urusanku.

Dalam pikiranku, kritik adalah tuntutan orang lain atas aku, dan sama sekali aku tidak suka itu.
Aku ingin menikah, tapi aku tak tahu atas niatan apa aku ingin menikah.
Yang aku tahu, aku hanya membutuhkan seseorang yang akan mendampingi aku.
Paling tidak supaya aku tidak mendapat julukan `tidak laku`.. saja.
Dan aku tidak mau diribetkan dengan rentetan tuntutan dan kewajiban dari sebuah pernikahan.
Yang aku tahu, aku hanya ingin menikah.
Aku ingin menikah, tapi...mungkin sebaiknya aku bertanya kepada diriku sendiri dahulu, Aku memang ingin menikah, tapi apakah aku sudah benar- benar mempersiapkan diri untuk menikah....?

Dec 2, 2011

KESETIAAN DALAM DIRI WANITA

Kesetiaan adalah sebuah karya seni dari batin manusia yang dapat sangat membahagiakan manusia yang lain. Harganya tidak tertera dalam hitungan rupiah.

Dan kesetiaan itulah yang teramat sangat langka untuk kita jumpai sekarang ini.

Kesetiaan tidak hanya berlaku hanya kepada hubungan suami dan istri, namun pada semua hubungan hati manusia lengkap dengan kepentingan mereka.

Tanyalah pada setiap batin manusia, betapa mereka pasti akan membutuhkan seseorang yang dapat dengan tulus memberikan kesetiaan kepada diri mereka.

Tapi mengapa disisi lain, ketika manusia ditempatkan pada posisi dimana dia harus memenuhi kepercayaan orang lain, atau dengan kata lain demi membahagiakan diri orang lain, seringkali manusia terjebak pada godaan main api tentang bagaimana menyalahi kesetiaan tersebut.

Begitulah, bagaimanapun ceritanya, setan tak akan pernah henti membuat manusia berdosa.

Maka dari itu, dari pada kita sendiri sibuk menuntut orang lain untuk selalu memegang amanah serta kepercayaan yang kita berikan kepadanya, maka mengapa kita tidak lebih baik mewujudkan diri kita sendiri sebagai hadiah terindah yang membahagiakan mereka.

Sebuah pelatihan yang baik yang akan memberikan kenyataan praktek yang indah dalam kesetiaan, adalah apabila diri kita sendiri secara sadar mengerti tentang indahnya sebuah kesetiaan.

Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh pribadi yang mulia, karena kesetiaan itu mencerminkan pribadinya yang begitu luas menerima segala kelebihan dan kekurangan orang lain.

Jiwanya yang luas menuntunnya tersenyum dan tetap berpikir positif tentang segala apa yang telah Allah gariskan kepadanya.

Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh pribadi dengan jiwa yang kuat.

Lihatlah betapa anggun tentang caranya bertahan menghadapi segala apa yang disuguhkan kepadanya.

Dan sudah lumrah bila manusia dilengkapi rasa bosan, namun sebuah pelajaran tentang kesetiaan, telah mengajarkan manusia yang dilengkapi atau melengkapi batinnya dengan hal tersebut, untuk berubah menjadi ajaib dimana dengan caranya yang elegan, akan di ubahnya rasa bosan menjadi hal yang menyenangkan.

Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh jiwa yang indah.

Betapa sangat sulit ketika seseorang ditetapkan pada keadaan dimana dia harus tetap pada sebuah kesetiaan yang terkelilingi oleh keadaan yang serba berkhianat.

Memang pahit pada awalnya karena dengan hal ini, dia `terpaksa` untuk pelatihan mengindahkan jiwa dan kalbunya sendiri, demi tetap pada kesetiaan.

Menjadi setia adalah memberi kedamaian kepada siapapun yang kita setia kepadanya.

Menjadi setia adalah tetap menyenangkan kepada siapapun yang kita setia kepadanya.

Menjadi setia adalah sebuah karunia tak terhingga bagi siapapun yang dikehendaki Allah untuk memilikinya.

Maka milikilah hak paten dari sebuah kesetiaan, yaitu dengan menjadi setia hamba Allah yang tetap lurus, atau berusaha agar selalu tetap lurus dalam keadaan apapun.

Adakah yang lebih indah dari sebuah perangai dan tingkah laku seorang hamba yang hatinya tunduk patuh serta mengabdi kepada Robbnya.......?.

Jatuh bangun adalah sesuatu yang pasti dalam sebuah mentraining diri menjadi setia, tapi yang pasti pula, bahwa sebuah perjuangan pastilah ada akhirnya, dan semoga akhir dari pribadi yang sungguh setia adalah beroleh dengan Surga. Insyaallah.

MEREKA ADALAH JIWAKU

Semua makhluk Allah di bumi, membutuhkan sebuah ketenangan dan kedamaian untuk meneruskan hidup. Bayangkan ketika kita berada pada kondisi yang segalanya serba tersedia dan mewah, namun pikiran kita kacau dan hati begitu kering.

Maka semua nikmat tersebut hanya akan terasa seperti sekedar lewat dan pergi begitu saja tiada terkesan. Hiduppun terasa akan sangat kacau balau walau orang lain melihat kita dalam kesempurnaan.

Maka tidak disangkal lagi, bahwa kedamaian dan ketenangan batin, sebenarnya adalah hal primer yang menjadi kebutuhan manusia.

Tapi...

Dari manakah kita bisa mendapat kedamaian itu, kedamaian yang akan ada seterusnya menyertai kita, dan bukan hanya sekedar kamuflase sesaat saja.......?

Saudaraku, bahkan semua itu adalah sangat mudah untuk ditemukan.

Bahagiakan orang lain karena mengharap ridho Allah, maka hidupmu Insyaallah akan terasa bahagia.

Memperlakukan orang lain sebaik kita memperlakukan diri sendiri, adalah seperti membuka lebar- lebar kesempatan untuk kebaikan agar selalu menyertai kita.

Dan begitu kebaikan selalunya ada bersama kita, maka insyallah kedamaian akan dengan mudahnya datang kepada kita.
...Memperlakukan orang lain, sebaik kita memperlakukan diri sendiri, adalah seperti membuka lebar- lebar kesempatan bagi banyak kebaikan agar selalu menyertai kita...
Saudaraku, masih ingatkah kita tentang sabda Rasulullah berikut ini, “Berilah makan budakmu dengan makanan yang biasa kamu makan dan berilah mereka pakaian dengan pakaian yang biasa kamu pakai. Janganlah kamu menyiksa makhluk Allah“. (HR. Bukhari).

Tanpa melihat kedudukan dan apapun dari orang tersebut, beliau mengajarkan kita untuk tetap berlaku baik dan santun bahkan kepada para budak sekalipun.

Ingatlah pula tentang bagaimana beliau memperlakukan pembantu dan pekerjanya.

Ketika pembantu kecil Nabi Muhamamd shallallahu alaihi wasallam. sedang sakit, beliau membesuk dan duduk di dekat kepalanya, seraya mengajaknya untuk masuk Islam.

Pembantu kecil itu masuk Islam, maka Nabi Muhammad gembira seraya berkata, “Segala puji bagi Allah swt yang telah menyelamatkan dirinya dari api neraka.”

Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam juga senantiasa menjaga kehormatan seseorang, memulyakan seseorang, melaksanakan hak-hak seseorang.

Beliau tidak pernah mengumpat, menjelekkan, melaknat, menyakiti, dan tidak merendahkan seseorang.

Dan, ketika hendak menasehati seseorang, beliau berkata, “Kenapa suatu kaum melaksanakan ini dan itu? Artinya, beliau tidak langsung menyalah orang tersebut.

Bahkan Beliau juga bersabda, ”Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah menutupi aibnya di dunia dan akhirat.

Siapa yang mengenyahkan kesusahan dari berbagai macam kesusahan di dunia dari orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari berbagai macam kesusahan pada hari kiamat.
Siapa yang memudahkan orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan hisabnya" (HR. Muslim)

Subhanallah, betapa mulianya akhlak beliau.

Betapa mulianya ajaran yang diwariskan untuk kita.

Dan memanglah benar bahwa dengan membahagiakan dan memuliakan orang lain, bukan justru akan merugikan dan merendahkan kita, namun sebaliknya, akan menjadikan kita pribadi yang mulia dihadapan manusia dan InsyaAllah mulia dihadapan Allah.

Lalu........., Mengapa masih ada dari kita yang harus selalu menuntut orang lain untuk menjadi sumber kebahagiaan bagi diri kita, bukankah akan lebih elegan jika hebatkan diri kita dengan menjadi pemasok kedamaian bagi batin orang lain dengan memperlakukan mereka secara baik, bahkan lebih baik.........?

Mungkin banyak dari kita yang mengeluhkan bahkan saat kita telah mencoba sebaik- baiknya untuk berbuat baik kepada orang lain, namun mereka tetap saja berbuat jahat kepada kita.

Namun yakinlah saudaraku, bahwa kebaikan yang kita lakukan tidak akan pernah sia- sia.

Dan kebaikan itu juga seperti sebuah bumerang yang efeknya akan kembali kepada diri kita kembali.

Sabar itu tidak memiliki batas seperti halnya surga yang  begitu luas yang insyaallah akan menjadi hak milik bagi setiap kita yang memilih untuk tetap menjadi pribadi baik dan membaiki orang lain.

Dan Hal ini hanya akan berlaku untuk para hambanya yang yakin.

Yakin pada kebesaran dan keadilan Allah, yang maha atas segala- galanya.
... Hanyalah manusia mulia yang dapat memperlakukan sesamanya dengan mulia...
Mari kita belajar tentang keindahan kasih sayang Allah atas kita.

Di dunia ini benar- benar tiada hal yang lebih indah melainkan Allah, tiada yang lebih mendamaikan melainkan Allah. Kasih sayang Allah adalah yang maha mempesona.

Darinya kita banyak belajar tentang banyak keindahan yang tidak akan dapat dihitung dengan pikiran manusia.

Allah tetap mencintai kita dan memperlakukan diri kita secara sangat baik, betapapun kita selalu mengkhianati Allah sepanjang waktu.

Marilah pula kita belajar tentang kemuliaan akhlak Baginda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang selalu santun dan baik dalam kesehariannya .

Dari beliau kita belajar bahwa, hanyalah manusia mulia yang dapat memperlakukan sesamanya dengan mulia.

Sungguh, tidak ada yang lebih menyejukkan selain sebuah akhlak yang baik, yang tercermin dari ketulusan kita untuk memberikan yang terbaik yang kita bisa untuk orang lain.

Perlakukan orang lain dengan baik, sebaik kita ingin diperlakukan baik oleh mereka, hanya karena Allah saja.

Bukan karena niat ingin dipuji apalagi dicintai secara lebih oleh manusia.

Memang akan susah untuk dilakukan, namun ingatlah saudaraku, bahwa kebanyakan manusia lazim melakukan yang dilakukan manusia kebanyakan.

Maka istimewakan dirimu dengan hal yang akan sulit rasanya di awal tapi insyaallah akan berakhir pada kemuliaan atas dirimu.

Dan sebuah kemuliaan seorang manusia, tentu saja akan tetap akan ada, bahkan saat manusia tersebut sudah tiada. Insyaalllah...