SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU

SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU

Blogger ini muncul berdasarkan dari beberapa permintaan saudara-saudariku semua..

Alhamdulillah akhirnya tercapai juga dan selesai sudah blogger ini dibuat...

Namun kesempurnaan blogger ini belumlah maximal.

Semoga dihari..hari mendatang dapat disempurnakan blogger ini

Dan blogger ini tercipta dan ada... karena... diri saudara-saudariku semua..

Dan...tiada artinya blogger"NOTE UNTUK KAMU" ini.. jika saudara-saudariku tidak berada didalamnya....

Salam Ukhwah..........

Jan 20, 2013

JENIS-JENIS SYAFA’AT



Kata as-syafa’ah diambil dari kata as-syaf’u yang artinya adalah lawan dari kata al-witru (ganjil), yaitu menjadikan yang ganjil menjadi genap (as-syaf’u), seperti anda menjadikan satu menjadi dua dan tiga menjadi empat.

Demikian menurut arti “lughawinya”.

Adapun menurut istilah, syafa’at adalah penengah (perantara) bagi yang lain dengan mendatangkan suatu kemanfaatan atau menolak suatu kemudharatan.

Maksudnya, syafi’ (pemberi syafa’at) itu berada di antara masyfu’ lahu (yang diberi syafa’at) dan masyfu’ ilaih (syafa’at yang diberikan) sebagai wasithah (perantara) untuk mendatangkan keuntungan (manfaat) bagi masyfu’ lahu atau menolak mudharat darinya.

Syafa’at Itu Ada Dua Macam.

Pertama.

Syafa’at Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar), yaitu yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala dalam kitab-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syafa’at ini hanya bagi ‘Ahlut Tauhid wal Ikhlas’, karena Abu Hurairah pernah bertanya kepada Nabi : “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’at baginda ……..?”

Beliau menjawab :

“Orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah secara ikhlas (murni) dari kalbunya”.

Syafa’at ini bisa diperoleh dengan adanya tiga syarat.

Pertama : Keridhaan Allah terhadap yang memberi syafa’at (syafi’)
Kedua : Keridhaan Allah terhadap yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu)
Ketiga : Izin Allah Ta’ala bagi syafi’ untuk memberi syafa’at.

Syarat-syarat ini secara mujmal terdapat dalam firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(Nya)” [An-Najm : 26]

Kemudian diperinci oleh firmanNya.

“Artinya : Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya” [Al-Baqarah : 255]

“Artinya : Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya dan Dia telah meridhai perkataanNya” [Thaha : 109]

“Artinya : Mereka tidak bisa memberi syafa’at kecuali kepada orang yang diridhai oleh Allah” [Al-Anbiya : 28]

Ketiga syarat ini harus ada untuk bisa memperoleh suatu syafa’at.

Selanjutnya para ulama –Rahimahullah- membagi syafa’at ini menjadi dua.

Pertama : Syafa’at ‘Ammah (syafa’at yang bersifat umum).

Arti umum disini bahwa Allah Ta’ala mengizinkan siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hamba Nya yang shalih untuk memberikan syafa’at kepada orang yang juga diizinkan oleh Allah untuk memperoleh syafa’at.

Syafa’at semacam ini bisa didapatkan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain beliau dari para Nabi yang lain, shidiqqin, syuhada’ dan shalihin.

Yaitu bisa berupa syafa’at kepada penghuni naar dari kalangan orang beriman yang bermaksiat agar mereka bisa keluar dari neraka.

Kedua : Syafa’ah Khasshah (syafa’at yang bersifat khusus).

Syafa’at ini khusus dimiliki oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan merupakan syafa’at yang paling agung.

Syafa’at yang paling agung ini adalah syafa’at pada hari kiamat ketika manusia tertimpa kesedihan dan kesukaran yang tidak mampu mereka pikul, kemudian mereka meminta orang yang bisa memohonkan syafa’at kepada Allah Azza wa Jalla untuk menyelamatkan mereka dari keadaan yang demikian itu.

Mereka datang kepada Adam, kemudian kepada Nuh, kemudian Ibrahim, Musa dan Isa --‘alaihimus salam--, namun mereka semua tidak bisa memberi syafa’at, sehingga akhirnya meminta kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliaupun bangkit untuk memohonkan syafa’at di sisi Allah Azza wa Jalla untuk menyelamatkan hamba-hambaNya dari keadaan seperti ini.

Allah mengabulkan do’a beliau dan menerima syafa’atnya. Ini merupakan termasuk Al-maqam Al-Mahmud (tempat yang terpuji) yang telah dijanjikan oleh Allah dan firmanNya.

“Artinya : Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu ; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” [Al-Isra’ : 79]

Diantara syafa’at khusus dari Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syafa’at beliau terhadap ahlul jannah untuk masuk jannah.

Karena ahlul jannah itu ketika melewati shirath, mereka diberhentikan di atas jembatan antara jannah dan naar, lalu hati mereka satu sama lain disucikan sehingga menjadi suci, kemudian barulah diizinkan masuk jannah dan dibukakan untuk mereka pintunya dengan syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua : Syafa’ah Bathilah (syafa’at yang batil).
Yaitu syafa’at yang tidak akan bisa memberi manfaat. Itulah syafa’at yang jadi anggapan orang-orang musyrik berupa syafa’at dari ilah-ilah mereka yang dianggap bisa menyelamatkan mereka di sisi Allah Azza wa Jalla.

Syafa’at ini sama sekali tidak akan memberikan manfaat kepada mereka.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at” [Al-Muddatsir : 48]

Itu karena Allah tidak ridha terhadap kemusyrikan orang-orang musyrik tersebut dan tidak mungkin mengizinkan kepada siapapun untuk mensyafa’ati mereka, karena tiada syafa’at kecuali bagi orang-orang yang diridhai oleh Allah Azza wa Jalla.

Allah tidak ridha akan kekufuran bagi hamba-hambaNya dan tidak menyukai kerusakan.

Ketergantungan orang-orang musyrik terhadap ilah-ilah mereka yang mereka ibadahi serta mengatakan : “(Mereka adalah para pemberi syafa’at bagi kami di sisi Allah), adalah ketergantungan yang batil yang tidak bermanfaat”.

Bahkan hal ini tidak akan menambah mereka di sisi Allah melainkan kejauhan.

Orang-orang musyrik mengharap syafa’at dari berhala-berhala mereka dengan cara yang batil, yaitu dengan mengibadahi berhala-berhala ini, yang merupakan kebodohan mereka yang berupa usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan sesuatu yang justru malah semakin menjauhkan mereka dari Allah.

TAKDIR DALAM PANDANGAN ISLAM BAGIAN # 2


Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah (air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. 

Maka demi Allah yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. 

Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Kedudukan Hadits Hadits ini merupakan pangkal dalam bab taqdir, yaitu tatkala hadits tersebut menyebutkan bahwa taqdir janin meliputi 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan bahagia atau celakanya.

Perkembangan Janin Janin sebelum sempurna menjadi janin melalui 3 fase, yaitu: air mani, segumpal darah, kemudian segumpal daging. Masing-masing lamanya 40 hari.

Janin sebelum berbentuk manusia sempurna juga mengalami 3 fase, yaitu:
  1. Taswir, yaitu digambar dalam bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari.
  2. Al-Khalq, yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya.
  3. Al-Barú, yaitu penyempurnaan.
Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr: 24, mengisyaratkan ketiga proses tersebut.
Hubungan Ruh dengan Jasad Ruh dengan jasad memiliki keterkaitan yang berbeda sesuai dengan keadaan dan waktunya dalam 4 bentuk hubungan:
  1. Tatkala di rahim. Hubungan keduanya lemah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad.
  2. Tatkala di alam dunia. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad. Sementara hubungan keduanya sesuai dengan kebutuhan kehidupan jasad.
  3. Tatkala di alam barzah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada ruh.
  4. Tatkala di alam akhirat. Kehidupan ketika itu sempurna pada keduanya. Pada masa inilah hubungan keduanya sangat kuat.
Macam-macam Penulisan Taqdir Allah menulis taqdir dalam 4 bentuk, yaitu:
  1. Taqdir Saabiq, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk di lauh mahfudz 50 ribu tahun sebelum penciptaan bumi dan langit.
  2. Taqdir Umri, yaitu penulisan taqdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.
  3. Taqdir Sanawi, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk setiap tahunnya pada malam lailatul qodr.
  4. Taqdir Yaumi, yaitu penulisan terhadap setiap kejadian setiap harinya. Keempat macam penulisan taqdir tersebut memungkinkan terjadinya perubahan kecuali pada taqdir sabiq. Sebagaimana firman Allah: (Surat Ar-Ra’d: 39).
Taqdir Allah sama sekali bukan sebagai pemaksaan, Allah lebih tahu terhadap hambanya yang pantas mendapatkan kebaikan dan yang tidak.

Buah Iman kepada Taqdir Beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir hidupnya dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap khusnul khatimah. Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. 

Hati orang-orang yang shalih diantara 2 keadaan, yaitu khawatir tentang apa yang telah ditulis baginya atau khawatir tentang apa yang akan terjadi pada akhir hidupnya. 

Keadaan pertama hatinya para sabiqin dan keadaan ke-2 hatinya para abrar.
Rahasia Khusnul Khatimah dan Suúl Khatimah Termasuk diantara kesempurnaan Allah yaitu menciptakan hamba dengan berbagai macam keadaan. 

Diantara hambanya ada yang khusnul khatimah sebagai anugrah semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan kejahatan dan diantara hambanya ada yang suúl khatimah sebagai keadilan semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan ketaatan. 

 Hamba pada jenis yang terakhir ini bisa jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya.

Karena dalam suatu riwayat Rasulullah menyatakan bahwa amalan baik tersebut sekedar yang tampak pada manusia.
Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi – Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh
Artikel  Ringkasan:
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.

Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS Al Hadiid: 22)
 (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. 

Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al Hadiid: 23)
Ayat ini jelas sekali menggambarkan kepada kita bahwa apapun yang bakal terjadi filenya telah di tangan Allah, apakah besok kita meninggal karena ditabrak mobil, serangan jantung atau apapun penyebabnya telah diketahui oleh Allah, apakah kita masuk surga atau neraka Allah pun sudah tahu.
Sahabat ketika mendengar ayat ini mengajukan pertanyaan kepada rasulullah, kalau begitu ya rasul saya duduk-duduk saja karena masuk surga atau tidak, sudah dalam catatan Allah, tidak apa-apa kata rasul kalau kamu duduk-duduk berarti kamu ahli neraka tapi kalau kamu beribadah berarti kamu ahli surga.
Jadi memang posisi kita telah diketahui oleh Allah, sekali lagi telah diketahui bukan ditentukan, Allah tidak menentukan kita masuk surga atau neraka yang menentukan adalah perbuatan kita.
Mudah-mudahan dengan memahami ayat ini tidak ada lagi kesedihan dan tidak adalagi kesombongan. Karena taqdir Allah memang diperuntukkan untuk itu agar jangan bersedih dengan sesuatu yang tidak kita inginkan karena itu taqdir Allah dan jangan bangga dengan sesuatu yang mengembirakan karena itu bukan karena kehebatan kita tapi karena taqdir Allah.
Orang beriman itu sehat karena apapun perkara yang menimpanya tidak membuat dia terguncang, didatangi musibah dia mampu besabar, didatangi kemudahan dia mampu bersyukur, dia yakin setiap kejadian yang menghampiri dirinya tidak lain adalah ujian dari Allah apakah dia bisa menjadi hamba yang bersyukur atau hamba yang kufur, dia punya cita-cita dan dia berusaha maksimal untuk menggapai cita-citanya, kalau cita-citanya tercapai dia bersyukur. Kalau tidak dia mampu bersabar.

Karena dia mempercayai qadar Allah, tugas dia berupa ikhtiar telah dilakukannya dan hasil yang merupakan wilayah Allah diserahkan sepenuhnya kepada Allah, ikhtiar dan doa kerja kita, takdir kerja Allah.
Semoga kita mampu menyikapi dengan benar setiap peristiwa yang menimpa kita

Aamiin.

PERTANYAAN PERTAMA PADA SUAMI DAN ISTRI BAGIAN #5

KEHARAMAN KAUM LELAKI MEMANDANG WANITA YANG BUKAN MUHRIMNYA 

Dalam fasal ini dijelaskan tentang diharamkannya kaum lelaki memandang kaum wanita yang bukan muhrimnya. Begitu pula sebaliknya, yakni keharaman kaum wanita memperhatikan kaum lelaki yang bukan muhrimnya. Tersebut dalam firman Allah dalam surat Al ahzab, : “WA IDZAA SAALTUMUU HUNNA MATAA’AN FAS ALUU HUNNA MIWWARAA I HIJAABIN DZAALIKUM ATH HARU LIQULUUBIKUM WAQULUU BIHINNA” 
“Apa bila kamu meminta sesuatu kepada mereka maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan bagi hati mereka”. 

Dalam surat An Nuur ayat 30 di jelaskan : “QUL LILMU-MINIINA YAGHUDHDHUU MIN ABSHAARIHIM WAYAHFADZUU FURUUJAHUM DZAALIKAADZKAA LAHUM INNALLAAHA KHAIRUMBIMAA YASHNA’UUNA” 
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : ”Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. 
Yang demikian itu lebih suci bagi mereka”; SesungguhnyaAllah maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. 

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : ”Pandangan mata itu merupakan panah beracun dari panah Iblis. Barang siapa meninggalkannya karena takut Allah Subhanaahu Wa Ta'al, maka Allah memberinya keimanan yang mana ia akan memperoleh kemanisannya didalam hati”. 

Nabi Isa as bersabda : ”IYYAAKUM WANNADZARA FA INNAHAA TUZRI’U FILQOLBI SYAHWATAN WAKAFAA BIHAA FITNATAN” “Takutlah kamu. peliharalah dirimu dari memperhatikan. Karena sesungguhnya memperhatikan itu menumbuhkan syahwat di dalam hati. 
Dan cukuplah syahwat itu menjadi fitnah”. 

Sa’ad bin jubair mengatakan hanyalah fitnah yang menimpa Nabi Daud As adalah di sebabkan pandangan beliau. 

Nabi Daud bersabda kepada putera beliau Nabi Sulaiman As, lebih baik berjalanlah di belakang macan dan Harimau, janganlah berjalan di belakang perempuan. Mujahid mengatakan, apabila seorang perempuan mengahadap ke muka maka Iblis duduk di bagian kepalanya. 

Lalu Iblis memperindah diri perempuan itu yang di peruntukkan bagi orang yang memperhatikannya. 

Kalau seorang perempuan berbalik menghadap kebelakang maka Iblis duduk di pantatnya. 

Lalu Iblis memperindah perempuan itu yang di peruntukkan bagi orang yang memperhatikannya. 

Seorang bertanya kepada Nabi Isa As, Apa permulaan yang menyebabkan orang berzina?. Beliau bersabda : Yaitu akibat memperhatikan perempuan dan memperhatikan dirinya. 

Al Fudhail mengatakan, Iblis berkata bahwa pandangan yang di lepaskan pada suatu perkara yang tidak halal itu adalah merupakan panahku yang sudah tua dan busurku yang tak pernah luput jika aku pergunakan.  

Tersebut dalam sya’ir : 
Segala sesuatu yang baru terjadi 
Permulaannya dari pandangan 
Nyala api yang besar 
Permulaannya dari pelatuk yang kecil 
Orang yang mempermainkan mata 
Sangat di khawatirkan akibatnya 
Berapa banyak pandangan 
Yang masuk dan bekerja dalam hati 
Bagaikan anak panah yang dilepas busur dan tali 
Orang yang memperhatikan 
Perkara yang membahayakan 
Akan menyenangkan orang yang mempunyai kekhawatiran 
Tetapi kalau akhirnya mencelakakan 
Itu tidak membahayakan 

Ummu salamah r.a mengatakan bahwa Ibnu Ummi maktum meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. 
Saat itu aku dan maimunah r.a duduk bersama, maka Rasulullah bersabda: ”Bertakbirlah kalian“. 

Kami menimpali : ”Bukankah dia orang buta yang tidak dapat memandang kami...?”. 

Rasulullah bersabda : ”Apa kalian tidak dapat melihatnya juga?”. 

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengingatkan : ”LA’ANALLAAHUNNAADZIRA WALMANDZUURA ILAIHI” “Allah melaknat orang yang dipandang dan orang yang dipandangi (membalas pandangan). 

Bagi perempuan yang beriman pada Allah, tidak dibenarkan memperlihatkan diri pada setiap orang asing, karena yang tidak terikat oleh pernikahan atau muhrim karena nasab atau sesusuan. 

Demikian pula orang lelaki tidak dibenarkan memperhatikan kaum wanita, sebaliknya kaum wanita balas memperhatikan pandangannya. 

Sebagaimana kaum lelaki menundukkan pandangannya kepada kaum wanita, maka menjadi kewajiban pula kaum wanita menundukkan pandangan mata terhadap kaum lelaki. 

Pendapat itu sebagaimana di tekankan oleh Ibnu Hajar dalam kitab AZ ZAWAJIR. 
Tidak pula diperbolehkan lelaki bermusafahah (bersalaman) dengan perempuan yang bukan muhrim. 

Larangan ini berlaku juga pada perbuatan saling memberikan. 

Sebab itu perkara yang di haramkan memandangnya diharamkan pula memegangnya. Mengingat dengan cara memegangnya itu ia dapat merasakan kelezatan. 

Hal ini didasarkan pada dalil bahwa, kalau orang berpuasa lalu berpegangan dengan lawan jenisnya yang menyebabkan inzal (keluar mani), maka puasanya batal. 

Tetapi... kalau keluarnya mani disebabkan oleh pandangan, puasanya tidak batal. 

Demikian menurut penjelasan kitab An Nihayah. 

Diriwayatkan oleh Thabrani di dalam kitab Al Kabir dari mu’qal bin Yasar bahwa, salah seorang di antaramu yang di lukai kepalanya oleh jarum, itu lebih baik dari pada memegang perempuan yang tidak dihalalkan untuknya. 

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  memperingatkan : ”ITTAQUU FITNATADDUN-YAA WAFITNA-TANNISAA FA-INNA AWWALA FITNATI BANII ISRA-IILA KAATAT MINQIBA- LINNISAA. ” “Takutlah kalian terhadap fitnah dunia dan fitnah kaum wanita. 

Sebab permulaan fitnah yang menimpa bani isra-il itu adalah kaum wanita”. 

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:”WAMAA TARAKTU BA’DII FITNATAN ADHARRU ‘ALARRIJAALI MINANNISAA”. (al hadits) 
“Dan setelah masaku tidak ada fitnah yang lebih membahayakan terhadap kaum lelaki ketimbang fitnah akibat perempuan”.

KEISTIMEWAAN DAN KEHEBATAN ALQUR'AN DENGAN KITAB SUCI LAINNYA

Kitab suci Al-Qur'an memiliki keistimewaan-keistimewaan yang dapat dibedakan dari kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya, di antaranya ialah:
1. Al-Qur'an memuat ringkasan dari ajaran-ajaran ketuhanan yang pernah dimuat kitab-kitab suci sebelumnya seperti Taurat, Zabur, Injil dan lain-lain.  

Juga ajaran-ajaran dari Tuhan yang berupa wasiat. Al-Qur'an juga mengokohkan perihal kebenaran yang pernah terkandung dalam kitab-kitab suci terdahulu yang berhubungan dengan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa, beriman kepada para rasul, membenarkan adanya balasan pada hari akhir, keharusanmenegakkan hak dan keadilan, berakhlak luhur serta berbudi mulia dan lain-lain.  

Allah Taala berfirman,  
“Kami menurunkan kitab Al-Qur'an kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya, untuk membenarkan dan menjaga kitab yang terdahulu sebelumnya. 
Maka dari itu, putuskanlah hukum di antara sesama mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah. 
Jangan engkau ikuti nafsu mereka yang membelokkan engkau dari kebenaran yang sudah datang padamu. Untuk masing-masing dari kamu semua Kami tetapkan aturan dan jalan.”(QS. Al-Maidah: 48)

2. Ajaran-ajaran yang termuat dalam Al-Qur'an adalah kalam Allah yang terakhir untuk memberikan petunjuk dan bimbingan yang benar kepada umat manusia, inilah yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala supaya tetap sepanjang masa, kekal untuk selama-lamanya. 

Maka dari itu jagalah kitab Al-Qur'an agar tidak dikotori oleh tangan-tangan yang hendak mengotori kesuciannya, hendak mengubah kemurniannya, hendak mengganti isi yang sebenarnya atau punhendak menyusupkan sesuatu dari luar atau mengurangi kelengkapannya.

Allah Ta'ala berfirman, 
“Sesungguhnya Al-Qur'an adalah kitab yang mulia. Tidak akan dihinggapi oleh kebatilan (kepalsuan), baik dari hadapan atau pun dari belakangnya. Itulah wahyu yang turun dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Terpuji.” (QS. Fushshilat: 41-42)

Allah Ta'ala berfirman pula, 
“Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkan peringatan (Al-Qur'an) dan sesungguhnya Kami pasti melindunginya (dari kepalsuan).” (QS. Al-Hijr: 9)

Adapun tujuan menjaga dan melindungi Al-Qur'an dari kebatilan, kepalsuan dan pengubahan tidak lain hanya agar supaya hujah Allah akan tetap tegak di hadapan seluruh manusia, sehingga Allah Ta'ala dapat mewarisi bumi ini dan siapa yang ada di atas permukaannya.

3. Kitab Suci Al-Qur'an yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala akan kekekalannya, tidak mungkin pada suatu hari nanti akan terjadi bahwa suatu ilmu pengetahuan akan mencapai titik hakikat yang bertentangan dengan hakikat yang tercantum di dalam ayat Al-Qur'an. 

Sebabnya... tidak lain karena Al-Qur'an adalah firman Allah Ta'ala, sedang keadaan yang terjadi di dalam alam semesta ini semuanya merupakan karya Allah Ta'ala pula. 

Dapat dipastikan bahwa firman dan amal perbuatan Allah tidak mungkin bertentangan antara yang satu dengan yang lain. 

Bahkan yang dapat terjadi ialah bahwa yang satu akan membenarkan yang lain. 

Dari sudut inilah, maka kita menyaksikan sendiri betapa banyaknya kebenaran yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern ternyata sesuai dan cocok dengan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an. 

Jadi.... apa yang ditemukan adalah memperkokoh dan merealisir kebenaran dari apa yang sudah difirmankan oleh Allah Subhanaahu Wa Ta'ala. sendiri.

Dalam hal ini baiklah kita ambil firman-Nya,  
“Akan Kami (Allah) perlihatkan kepada mereka kelak bukti-bukti kekuasaan Kami disegenap penjuru dunia ini dan bahkan pada diri mereka sendiri, sampai jelas kepada mereka bahwa Al-Qur'an adalah benar. 
Belum cukupkah bahwa Tuhanmu Maha Menyaksikan segala sesuatu...?” (QS. Fushshilat: 53)

4. Allah Subhanaahu Wa Ta'ala. berkehendak supaya kalimat-Nya disiarkan dan disampaikan kepada semua akal pikiran dan pendengaran, sehingga menjadi suatu kenyataan dan perbuatan. 

Kehendak semacam ini tidak mungkin berhasil, kecuali jika kalimat-kalimat itu sendiri benar-benar mudah diingat, dihafal serta dipahami. 

Oleh karena itu Al-Qur'an sengaja diturunkan oleh Allah Ta'ala dengan suatu gaya bahasa yang istimewa, mudah, tidak sukar bagi siapa pun untuk memahaminya dan tidak sukar pula mengamalkannya, asal disertai dengan keikhlasan hati dan kemauan yang kuat.

Allah Subhanaahu Wa Ta'ala. berfirman,  
“Sungguh Kami (Allah) telah membuat mudah pada Al-Qur'an untuk diingat dan dipahami. Tetapi adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar:17)

Di antara bukti kemudahan bahasa yang digunakan oleh Al-Qur'an ialah banyak sekali orang-orang yang hafal di luar kepala, baik dari kaum lelaki, wanita, anak-anak, orang-orang tua, orang kaya atau miskin dan lain-lain sebagainya. 

Mereka mengulang-ulangi bacaannya di rumah atau mesjid. 

Tidak henti-hentinya suara orang-orang yang mencintai Al-Qur'an berkumandang di seluruh penjuru bumi. 

Sudah barang tentu tidak ada satu kitab pun yang mendapatkan keistimewaan melebihi Al-Qur'an. 

Bahkan dengan berbagai keistimewaan di atas, jelas Al-Qur'an tidak ada bandingannya dalam hal pengaruhnya terhadap hati atau kehebatan pimpinan dan cara memberikan petunjuknya, juga tidak dapat dicarikan persamaan dalam hal kandungan serta kemuliaan tujuannya. 

Oleh sebab itu.... dapat diyakini bahwa Al-Qur'an adalah mutlak sebaik-baik kitab yang ada.