SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU

SELAMAT DATANG DI NOTE UNTUK KAMU

Blogger ini muncul berdasarkan dari beberapa permintaan saudara-saudariku semua..

Alhamdulillah akhirnya tercapai juga dan selesai sudah blogger ini dibuat...

Namun kesempurnaan blogger ini belumlah maximal.

Semoga dihari..hari mendatang dapat disempurnakan blogger ini

Dan blogger ini tercipta dan ada... karena... diri saudara-saudariku semua..

Dan...tiada artinya blogger"NOTE UNTUK KAMU" ini.. jika saudara-saudariku tidak berada didalamnya....

Salam Ukhwah..........

Aug 10, 2013

KUMPULAN HADIST SHAHIH MUSLIM ( Bagian #1 )

Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Pernahkah soalan ini ditanya kepada diri ataupun terfikir; Adakah kita lebih menyayangi Allah atau Allah yang lebih menyayangi kita...? 
Jika kita menyayangi Allah, adakah kita menuruti segala perintah dan larangan-Nya..? Tetapi jika kita melanggar perintah-Nya, pernahkah ditarik kembali semua nikmat yang diberikan oleh-Nya...?

Pernahkah pula kita terfikir bahawa orang-orang yang menyekutukan Allah; namun dalam masa yang sama nikmat Allah tetap tercurah kepada seluruh makhluk-Nya tanpa mengira apa agama dan jenisnya (manusia, jin, binatang, tumbuh-tumbuhan, angin, planet-planet dan pelbagai lagi; termasuk makhluk yang tidak kita ketahui).

Dari Abu Hurairah r.a : Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda, “Setelah selesai menciptakan makhluk-Nya, Allah menulis dalam kitab-Nya mewajibkan atas Diri-Nya sendiri : ‘Sesungguhnya kasih sayang-Ku mengalahkan (mengatasi) kemurkaan-Ku’”. [2751/16] Sahih Muslim
Inilah antara tanda bahawa Allah itu Maha Pemurah lagi Maha Penyayang serta bukti bahawa Allah lebih menyayangi makhluk-Nya berbanding kasih sayang makhluk-Nya (manusia terutamanya) terhadap Rabb penciptanya.

Di dalam Al-Quran, seperti yang telah kita ketahui setiap surah pada permulaannya telah diletakkan nama dan sifat Allah (kecuali At-Taubah) iaitu, ‘Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Jika kita memperhatikannya, seolah-olah Allah Subhana wa Ta’ala mahu makhluknya memahami bahawa cara yang pertama sekali mengenal Rabb mereka adalah dengan pemahaman bahawa kemurahan dan kasih sayang Allah itu mengatasi segalanya. Perkataan Maha Pemurah dan Maha Penyayang ini juga telah diulang lebih seratus kali.

Di dalam sebuah hadis yang menyatakan kasih sayang Allah;
Dari Salman al-Farisi r.a : Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki 100 kasih sayang, ada satu kasih sayang (telah diberikan) agar semua makhluk menyayangi di antara mereka, 99 kasih sayang lainnya untuk Hari Kiamat.” [2753] Sahih Muslim 

>>>> (Bersambung Bagian #2)

Jul 29, 2013

TELADANNYA RASULULLAH

Sungguh keutamaan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam di antara para nabi dan rasul lain di antaranya terletak pada sifat wahyunya yang umum, menyeluruh dan berlaku bagi semua umat manusia.

Allah Subhanaahu Wa Ta'ala berfirman, "Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua." (QS. Al-A'raf: 158).

Pada ayat lain, Allah Subhanaahu Wa Ta'alaberfirman, "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Saba': 28).

Oleh karenanya, mukjizat yang diberikan oleh Allah Subhanaahu Wa Ta'ala kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersifat nonmateri, mudah dipahami akal sehat dan abadi. Berbeda dengan mukjizat para rasul sebelumnya yang bersifat materi dan terbatas dari sisi waktu dan tempat.

Mukjizat Musa AS misalnya, berupa tongkat yang dapat berubah menjadi ular yang menelan ular sulapan para ahli sihir Firaun. Sedangkan mukjizat Alquran menggetarkan hati dan jiwa; sesuai dengan landasan akal manusia; dan tidak lekang oleh waktu. Allah Subhanaahu Wa Ta'alaberfirman, "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9).

Oleh sebab itu pula, syariat yang diturunkan oleh Allah Subhanaahu Wa Ta'ala kepada Rasulullah Shallallahu Alayhi Wassalam merupakan syariat terakhir dan penyempurna dari syariat-syariat sebelumnya. Perhatikanlah syariat shalat, zakat, puasa dan haji yang merupakan penyempurnaan dari model syariah para rasul terdahulu dan tidak diperkenankan perubahan di dalamnya sampai kapan pun.


Allah Subhanaahu Wa Ta'ala berfirman, "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agamamu dan Ku-cukupkan nikmat-Ku kepadamu serta Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu." (QS. Al Maidah: 3).

Tepatlah kemudian jika Allah Subhanaahu Wa Ta'ala menempatkan Muhammad Shallallahu Alayhi Wassalam sebagai nabi dan rasul terakhir karena kapabelitasnya dari semua segi.

Semua peristiwa dan penyelesaian yang dilakukan oleh rasul-rasul terdahulu bahkan semua peristiwa masa lampau telah menjadi bekal dalam diri Muhammad Shilallahu Alayhi Wassalam untuk menghadapi persoalan umatnya, sehingga di dalam mencari jalan penyelesaian beliau melakukan berbagai modifikasi untuk mendapatkan solusi terbaik.

Saat ditanya mengenai keengganannya menggunakan doa pamungkas, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menjawab, "Aku menggunakan doaku (doa pamungkas) untuk kepentingan pemberian pertolongan (syafaat) bagi umatku, nanti pada hari kiamat."

Pantas pula jika kemudian Allah memperlakukan rasul-Nya yang satu ini dengan perlakuan yang berbeda dari rasul-rasul lainnya.

Lihatlah bagaimana Allah Subhanaahu Wa Ta'ala tidak pernah memanggil namanya kecuali dengan mengikutsertakan jabatan kerasulan di belakangnya.

Hal tersebut berbeda dengan rasul-rasul lain yang langsung disebut namanya oleh Allah Subhanaahu Wa Ta'ala. "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, bersikap kasih sayang terhadap sesama mereka." (QS. Al Fath: 29).

Pantas lah lagi jika kemudian Allah Subhanaahu Wa Ta'ala menjadikannya sebagai teladan terbaik dalam hubungannya dengan manusia dan Tuhan; dunia dan akhirat; orang-orang mukmin dan kafir; serta hubungannya dengan semua makhluk tanpa kecuali. Allah Subhanaahu Wa Ta'ala berfirman, "Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat serta memperbanyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab: 31).

Inilah Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam yang keutamaannya di antara para rasul menjadi inspirasi keutamaan bagi setiap pribadi Muslim atas pribadi lain karena banyaknya kebaikan dan kemanfaatan bagi sesama.

Wallahu a'lam.

PERBEDAAN JIN / SETAN DAN MALAIKAT (Bagian #2 Tamat)

13. Allah Subhaanahu wata’aala menciptakan malaikat sebelum menciptakan jin.
Dalil yang menunjukkan tentang hal ini adalah bahwa di antara para malaikat ada yang bertugas memikul ‘Arsy, sedangkan kita sudah mengetahui bahwa Arsy itu diciptakan sebelum Allah Subhaanahu wa ta’aala menciptakan langit dan bumi serta apa-apa yang ada di antara keduanya.

14. Malaikat merupakan alam ghaib bagi jin.
Oleh karena itu, Allah Subhanaahu wa ta’aala, mewajibkan kepada jin untuk beriman kepada para malaikat.

15. Malaikat mampu menguasai jin dengan izin Allah Subhanaahu wa ta’aala.
Oleh karena itu, malaikat mampu melihat jin dan mencabut ruh-ruh mereka serta mampu menghalangi kaum jin ketika hendak menyakiti manusia sesuai dengan kehendak Allah Subhanaahu wa ta’aala.
Adapun jin tidak mampu menguasai para malaikat dan hal ini sudah diketahui secara pasti.
16. Para malaikat secara umum disifati dengan sifat-sifat yang terpuji.
Allah Subhaanahu wata’aala ?berfirman tentang mereka:
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُ
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan.” (QS. An Nahl : 50)

وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ
“Dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS. Al-Anbiya: 28)
Allah? Subhaanahu wata’aala juga berfirman :
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Allah Subhaanahu wata’aala juga berfirman :
بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ
“Bahkan mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.” (QS. Al Anbiya:26-27)

Adapun mayoritas jin memiliki sifat-sifat yang jelek, seperti memberikan waswas, menghiasi perbuatan jelek sebagai satu kebaikan, memalingkan, membuat makar dan tipu daya, melampaui batas serta berbuat zhalim dan sebagainya.

17. Malaikat tidak berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Kaum jahiliyah telah terjatuh ke dalam kesalahan yang besar ketika mereka mengatakan : “Para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.”
Allah Subhanaahu wa ta’aala berfirman :
وَجَعَلُوا الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثًا أَشَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ
“Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan.
Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban.” ( QS. Az Zukhruf :19)

Allah Subhanaahu wa ta’aala, berfirman mengabarkan tentang mereka:
أَصْطَفَى الْبَنَاتِ عَلَى الْبَنِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
“Apakah Tuhan memilih anak-anak perempuan daripada anak laki-laki?” Apakah yang terjadi padamu...? Bagaimana kamu menetapkan?” (QS. Ash Shaffaat : 153-154 )

Mereka (para malaikat) tidak disifati laki-laki karena hal ini mengharuskan bahwa diantara mereka ada yang perempuan, akan tetapi mereka dikatakan sebagai hamba-hamba Ar Rahman dan tentara-tentara Allah Subhaanahu wata’aala sebagaimana Al-Qur’an menamakan mereka dengan hamba-hamba Ar Rahman.

Adapun jin, ada yang laki-laki dan ada juga yang perempuan.
Hal ini sudah diketahui secara pasti dalam agama.
Allah Subhanaahu wa ta’aala, berfirman tentang iblis nenek moyang jin:
أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ
“Patutkah kamu mengambil dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu?” ( QS. Al -Kahfi : 50 )

18. Para malaikat senantiasa menolong di atas kebaikan kepada para nabi dan rasul serta para pengikutnya.
Oleh karena itu, malaikat merupakan sumber kebaikan terhadap manusia dengan cara memberikan ilham kepada manusia.
 Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di dalam “Majmu Fatawa” 4/34 ) : “Maka sumber ilmu yang benar dan kehendak yang baik itu berasal dari ilham para malaikat dan sumber keyakinan yang batil serta kehendak yang buruk dari bisikan syaitan.”
Malaikat tidak pernah menolong para tukang sihir dan ahli nujum dan tidak pula membantu orang-orang yang sesat, rusak dan menentang syari’at.
Berbeda dengan syaitan dari kalangan jin.
Mereka memberi kekuatan dan pertolongan pada setiap kejelekan, kerusakan dan kejahatan.
Bahkan mereka adalah sumber segala kefasikan, kekufuran dan kefajiran.

19. Para malaikat tinggal di langit.
Allah Subhanaahu wa ta’aala, berfirman :
تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْ فَوْقِهِنَّ وَالْمَلَائِكَةُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ
“Hampir saja langit itu pecah dari sebelah atas dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi.
Ingatlah, bahwa sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Penyayang.”( QS. Asy Syura : 5 )

Yang menjadi inti adalah lafazh “dari atas mereka.”
Allah Subhanaahu wa ta’aala juga berfirman :
فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا فَالَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ
“Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu.” (QS. Fushshilat : 38 )

Allah Subhaanaahu wa ta’aala, juga berfirman :
وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ
“Dan tidaklah kami turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu.” (QS. Maryam : 64)

Maka mereka turun dari langit ke bumi.
 Adapun para syaitan dimana iblis berada di baris terdepan, mereka tinggal di bumi.
Mayoritas mereka tinggal di tempat-tempat yang kotor seperti tempat-tempat najis, tempat sampah, tempat buang air kecil dan besar serta tempat-tempat lainnya yang kotor.
Maka demikian jauh perbedaan antara yang tinggal dilangit dan yang tinggal di bumi.
Bagaimana mungkin dibandingkan dengan yang biasa tinggal di tempat-tempat yang kotor.....?

20. Para malaikat bisa terbang ke langit yang tinggi karena asal penciptaan malaikat mampu terbang ke atas langit yang tinggi dan kemana saja sesuai dengan kehendak Allah Subhaanahu wata’aala .?
Berbeda dengan jin dimana asal penciptaan mereka tidak mampu terbang namun hanya berjalan melata di permukaan bumi dan bisa terbang jika mereka berubah bentuk.
Adapun kemampuan terbang jin itu sangat lemah jika dibandingkan dengan kemampuan terbang para malaikat.

21. Para malaikat mampu menembus penghalang-penghalang bahkan bisa sampai menembus ke bumi yang ketujuh, sebagaimana yang telah diketahui bahwa para malaikat senantiasa mengurusi dunia dan segala isinya.
Allah Subhanaahu wa ta’aala, berfirman menyebutkan tentang sifat malaikat:
فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا
” Dan yang mengatur urusan.” (QS. An Naziat : 5)
Permusuhan antara jin dan para malaikat itu akan senantiasa ada.
Para malaikat memusuhi iblis dan siapa saja yang bersamanya bahkan mereka melaknat iblis dan para pengikutnya.

Allah Subhanaahu wa ta’aala, befirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat la’nat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya.” (QS. Al Baqarah :161 )

Dan dalil-dalil lain baik dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam

Dari perbedaan-perbedaan tersebut diatas jelaslah bahwa malaikat tidak bisa disamakan dengan jin dan syaitan baik dalam hal penciptaan, bentuk, nama, sifat, dan perbuatan dari awal sampai akhirnya.

Barangsiapa yang menyamakan antara keduanya, sungguh dia telah sesat dari jalan yang lurus.

Referensi: Kitab Terjemah : “HUKUM BERINTERKASI DENGAN JIN” Hal 25-36,

PERBEDAAN JIN / SETAN DAN MALAIKAT (Bagian #1)

Tahukah Anda apa persamaan malaikat dengan jin...?
Jawab: sama-sama makhluk Allah. Sama-sama makhluk gaib.
Sekarang, tahukan Anda apa perbedaan malaikat dengan jin....?
Jawab: Kalau malaikat itu makhluk yang tunduk kepada Allah, kalau jin ada yang tunduk ada yang membangkang kepada Allah.
Apalagi....? Malaikat diciptakan dari cahaya, kalau jin dari api.
Lalu apalagi ya.....?
Nah di bawah ini ada sekitar 21 perbedaan malaikat dengan jin,setan dan disertai penjelasannya.
Silakan menyimak.
Di antara kaum muslimin ada yang tidak mengetahui tentang perbedaan antara malaikat yang mulia dengan jin dan syaitan.
Bahkan penyimpangan sebagian umat sampai kepada taraf menyamakan antara malaikat dengan jin.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam kitab At Tafsir Al Kabir yang disandarkan kepadanya (7/381), “Kaum musyrikin Arab dan ahli kitab meyakini adanya malaikat meskipun mayoritas mereka menganggap bahwa malaikat dan syaitan itu merupakan satu jenis.

Maka siapa diantara mereka yang keluar dari ketaatan kepada Allah Subhaanahu wata’aala, jatuhlah kedudukannya dan menjadi syaitan.

“Kaum musyrikin Arab dan ahli kitab mengingkari bahwa iblis adalah nenek moyang jin dan mengingkari pula bahwa jin itu menikah, melahirkan, makan dan minum.

Bahkan sebagian orang Arab menyangka bahwa malaikat adalah keturunan jin sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian ahli tafsir.

Penyebutan perbedaan keduanya bisa membantu kita untuk mengenal malaikat dengan pengenalan yang benar.
Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Malaikat diciptakan dari cahaya sedangkan jin diciptakan dari api.

Hal ini ditunjukkan dalam hadits Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam Shahih Muslim (2996) dia berkata, “bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
2. خُلِقَتِ المَلَائِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَخُلِقَ الجَانُّ مِنْ مَارِ
“Malaikat diciptakan dari cahaya dan jin diciptakan dari api yang bercampur dengan hitamnya api.”
Ini merupakan perbedaan yang mencolok dalam hal asal penciptaan, terlebih lagi ada perbedaan lain dalam sifat dan perbuatannya.
3. Nama-nama malaikat berbeda dengan nama-nama jin baik secara global maupun terperinci. Adapun nama-nama malaikat mengandung makna utusan.
Maka malaikat bermakna para utusan Allah dan nama At Tasyaitan artinya yang melampaui batas. Nama-nama ini secara global sudah menunjukkan perbedaan apalagi secara terperinci.
Sedangkan Al Iblis berasal dari kata Al Iblas, artinya yang berputus asa dari rahmat Allah Subhaanahu wata’aala.
Perhatikanlah nama Jibril, Mikail, Israfil dan yang lainnya.
Engkau mendapati bahwa nama-nama malaikat itu adalah nama-nama yang indah dan bagus, sedangkan nama-nama jin dan syaitan itu jelek.

4. Para malaikat diciptakan oleh Allah Subhaanahu wa ta’aala dengan tabiat selalu taat kepada Allah Subhaanahu wata’aala, dan tidak ada pilihan bagi malaikat apakah dia mau taat atau tidak. Berbeda dengan jin, dimana Allah Subhaanahu wa ta’aala, menjadikan mereka mempunyai pilihan dan kehendak sebagaimana manusia.
Siapa yang ingin beriman, maka dia memilihnya dan siapa yang ingin kekufuran, maka dia memilihnya. Tatkala jin diberi pilihan tersebut, banyak dari kalangan mereka yang memilih kekufuran daripada keimanan.

5. Para malaikat tidak memiliki syahwat. 
Oleh karena itu, mereka tidak makan, tidak minum dan tidak menikah. 
Adapun para jin, mereka makan, minum, menikah dan yang lainnya.

6. Para malaikat tidak pernah bermaksiat kepada Allah Subhaanahu wata’aala, sedikit pun walaupun hanya sekejap mata.

Adapun mayoritas jin adalah kafir bahkan kekufuran pada mereka lebih banyak jika dibandingkan dengan kekufuran pada manusia.
Apa yang tersebar bahwa Harut dan Marut adalah nama 2 malaikat, tidaklah benar bahkan keduanya adalah jin.
Barangsiapa yang berpendapat bahwa keduanya adalah malaikat, mereka bersandar pada kisah-kisah Israiliyyat yang tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dan tidak bisa ditegakkan sebagai hujjah serta tidak ada satu pun hadits shahih tentang hal ini.

7. Malaikat jauh lebih kuat daripada jin
Bahkan sebagian malaikat, ada yang tidak bisa dibandingkan kekuatannya dengan seluruh jin seperti Malakul Maut.
Malakul Maut hanya seorang diri, namun dia mampu mencabut ruh-ruh dari penduduk barat dan timur dalam waktu sekejap. Sungguh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, telah melihat Jibril dan dia memiliki 600 sayap.
Hadits ini terdapat dalam Shahih Bukhari (4856) dari hadits Ibnu Mas’ud radiallohu ‘anhu.
Ada juga 8 malaikat yang memikul ‘Arsy.
Sungguh Allah Subhaanahu wa ta’aala, telah menjadikan para malaikat sebagai bala tentaranya yang paling kuat dan Allah Subhaanahu wa ta’aala memperlihatkan seluruh jagat raya kepada mereka dan kekuatan mereka pun berbeda-beda.

Allah Subhaanahu wata’aala, berfirman:
جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan yang mempunyai sayap, masing-masing dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathir : 1)
8. Para malaikat lebih utama daripada para jin baik dalam hal penciptaan, bentuk, perbuatan maupun keadaan.

9. Malaikat memiliki jumlah yang sangat banyak dan jumlahnya melebihi jumlah jin, manusia dan hewan karena mereka senantiasa mengurusi para makhluk tersebut dan mengurusi yang lainnya. Diantara mereka ada yang ruku’, ada yang sujud, adapula yang bertasbih dan beristighfar serta yang lainnya.

10. Allah Subhaanahu wata’aala, menciptakan malaikat untuk melayani bani Adam dan merekapun (para malaikat) senantiasa melakukan tugas tersebut.
 Adapun mayoritas jin berusaha menyesatkan manusia dan menyimpangkan mereka dari jalan Allah Subhaanahu wata’aala,.
Yang berada di baris terdepannya adalah nenek moyang mereka yaitu Iblis sebagaimana yang telah diketahui secara pasti dalam agama ini.

11. Para malikat bertugas mengurusi jin dan membantu mereka sesuai dengan kehendak Allah Subhaanahu wata’aala.

12. Malaikat mampu melihat jin di setiap waktu. Adapun jin tidak bisa melihat malaikat kecuali jika malaikat itu berubah bentuk dengan bentuk yang mampu dilihat oleh jin.
Karena jika jin melihat malaikat, maka tidak tersisa sedikitpun dari ilmu ghaib yang wajib diimani oleh mereka.

>>>>> Bersambung bagian #2

CARA MENDAPATKAN CINTA SEJATI


Cinta adalah anugerah dari Tuhan yang maha esa yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

 Cinta antara laki-laki dan perempuan telah ada sejak manusia pertama turun ke dunia hingga sekarang.

Cinta merupakan bumbu penyedap hidup yang sementara ini yang dapat memberikan kebahagiaan yang sejati.

Cinta memang dapat membawa suka dan juka dapat membawa duka bagi orang-orang yang merasakannya.

Berbagai problema cinta tercipta dari yang ringan hingga yang berat seperti naksir, cinta pada pandangan pertama, cinta bertepuk sebelah tangan, cinta segi tiga, cinta monyet, cinta harta, cinta palsu, cinta laura, dan cinta-cinta lainnya yang membuat dunia ini begitu menarik.

Menurut saya cinta itu adalah sesuatu yang sakral yang sebaiknya tidak bermain-main dengannya.

Bermain cinta memang menyenangkan bagi sebagian orang. 

Akan tetapi dampak buruk atau efek yang dapat ditimbulkan bagi orang yang cintanya dimainkan akan sangat tidak menyenangkan.

Untuk itulah maka hargai cinta dan hormati cinta agar kita maupun orang lain di sekitar kita tidak terluka karena cinta.

Berikut ini adalah caranya agar kita bisa menikmati cinta tanpa harus melukai orang lain.
1. Jangan jadi playboy/playgirl dan hindari playboy/playgirl
2. Jika tidak suka atau biasa saja jangan pacari orang itu, pendekatan dulu
3. Katakan cinta jika kita yakin dia adalah pasangan hidup kita
4. Cinta dan nafsu birahi adalah dua hal yang berbeda (no free sex)
5. Carilah orang yang baik, setia, jujur dan cinta kepada kita
6. Jangan pacaran/menikah sebelum dewasa (21 tahun ke atas)
7. Kejarlah cinta sampai ke negeri Cina, berjuanglah demi cinta
8. Berbagilah cinta dengan orang-orang di sekitar kita
9. Cinta tidak harus memiliki. Lupakan dan coba lagi bila gagal
10. Bina cinta yang ada hingga nafas terakhir selamanya
11. Jangan pernah sakiti orang yang kita cintai dengan alasan apapun
12. Cinta sejati tidak dapat dibeli dengan uang tapi pengorbanan
13. Tuhan telah memberikan sahabat-sahabatku jodoh, temukanlah cinta sahabat-sahabatku
14. Cinta harus direstui agama, hukum, keluarga & masyarakat

Jangan pernah menyakiti hati orang lain baik bagi laki-laki maupun perempuan karena mereka memiliki akal pikiran, perasaan dan insting sehingga mereka akan patah hati dan terluka jika kita mengecewakannya. 

Orang yang rapuh dapat mati bunuh diri karena cinta.

Orang yang dendam dapat melakukan tindakan kriminal atau perbuatan tidak menyenangkan kepada anda karena cinta.

 Oleh karena itu berhati-hatilah dengan cinta.

Semoga hidup anda menjadi indah dengan cinta.

Jun 29, 2013

SILAU DENGAN HARTA ORANG LAIN ( BAGIAN #2 )

Dalam masalah berlomba-lomba untuk meraih kenikmatan surga, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam keni’matan yang besar (syurga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh keni’matan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 22-26) Al Qurtubhi mengatakan, “Berlomba-lombalah di dunia dalam melakukan amalan shalih.” (At Tadzkiroh Lil Qurtubhi, hal. 578)

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48) “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Inilah yang dilakukan oleh para salafush sholeh, mereka selalu berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dapat dilihat dari perkataan mereka berikut ini yang disebutkan oleh Ibnu Rojab –rahimahullah-. Berikut sebagian perkatan mereka.

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.” Wahib bin Al Warid mengatakan, “Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridho Allah, lakukanlah.”
Sebagian salaf mengatakan, “Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.” (Latho-if Ma’arif, hal. 268)

Namun berbeda dengan kebiasaan orang saat ini.
Dalam masalah amalan dan pahala malah mereka membiarkan saudaranya mendahuluinya.
Contoh gampangnya adalah dalam mencari shaf pertama. “Monggo pak, bapak aja yang di depan”, kata sebagian orang yang menyuruh saudaranya menduduki shaf pertama.
Padahal shaf pertama adalah sebaik-baik shaf bagi laki-laki dan memiliki keutamaan yang luar biasa. Seandainya seseorang mengetahui keutamaannya, tentu dia akan saling berundi dengan saudaranya untuk memperebutkan shaf pertama dalam shalat, bukan malah menyerahkan shaf yang utama tersebut pada orang lain.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah shaf pertama, sedangkan yang paling jelek bagi laki-laki adalah shaf terakhir. Sebaik-baik shaf bagi wanita adalah shaf terakhir, sedangkan yang paling jelek bagi wanita adalah shaf pertama.”
(HR. Muslim 664)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Seandainya setiap orang tahu keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan berundi.”
(HR. Bukhari 580 dan Muslim 661)

Mari kita saling berlomba dalam meraih surga dan pahala di sisi Allah....!


Kekayaan Paling Hakiki adalah Kekayaan Hati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita melihat kepada orang yang berada di bawah kita dalam masalah dunia agar kita menjadi orang yang bersyukur dan qana’ah yaitu selalu merasa cukup dengan nikmat yang Allah berikan, juga tidak hasad (dengki) dan tidak iri pada orang lain. 
Karena ketahuilah bahwa kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati yaitu hati yang selalu merasa cukup dengan karunia yang diberikan oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.”
(HR. Bukhari 5965 dan Muslim 1741).
Bukhari membawakan hadits ini dalam Bab “Kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan hati (hati yang selalu merasa cukup).”
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.”
(HR. Muslim 1746)
Seandainya seseorang mengetahui kenikmatan yang seolah-olah dia mendapatkan dunia seluruhnya, tentu betul-betul dia akan mensyukurinya dan selalu merasa qona’ah (berkecukupan). 
Kenikmatan tersebut adalah kenikmatan memperoleh makanan untuk hari yang dia jalani saat ini, kenikmatan tempat tinggal dan kenikmatan kesehatan badan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan badan, dan diberi makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dia telah memiliki dunia seluruhnya.”
(HR. Tirmidzi 2268. Syaikh Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Oleh karena itu, banyak berdo’alah pada Allah agar selalu diberi kecukupan. Do’a yang selalu dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina)
(HR. Muslim  4898)
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “Afaf dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.” (Syarh Muslim, 17/41)
Ya Allah, berikanlah pada kami sifat ‘afaf dan ghina. Amin Yaa Mujibas Sa’ilin.

Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh.

CARA RASULULLAH MENCINTAI KHADIJAH

Sahabat sekalian, taukah kalian arti cinta sejati..........?
Apakah sahabat pernah mendengar atau mengetahui kisah cinta Qais dan Laila atau kisah cinta Romeo dan Juliet ataukah Laila dan Majnun...?
Apakah kisah cinta seperti itu yang dikatakan sebagai kisah cinta sejati..?
Seperti yang sahabat ketahui bahwa kisah cinta mereka tidaklah berakhir di pelaminan bahkan rela mati demi cintanya.
Lalu, cinta seperti apakah yang dikatakan sebagai cinta sejati.
Cinta sejati antara dua insan adalah cinta yang terus abadi dalam setelah pernikahan yang berlandaskan atas kecintaan mereka kepada Sang Pemilik Cinta yaitu Allah ‘Azza Wa Jalla.
Walaupun salah satu meninggal, namun cinta sejati ini terus saja abadi.
Kisah cinta siapakah yang begitu indah ini...........?
Kisah cinta yang paling indah ini siapa lagi yang memilikinya kalau bukan kisah cinta Junjungan kita, Muhammad Shalallahu Alihi Wassalam kepada Khadijah radiyallahu 'anhu.
Sungguh sebuah cinta yang mengaggumkan, cinta yang tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal. Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah Shalallahu Alihi Wassalam.
Wanita ini bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah........?
Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar.”
Sambil menangis Rasulullah Shalallahu Alihi Wassalam menjawab, “Masih adakah orang lain setelah Khadijah....?”
Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Shalallahu Alihi Wassalam untuk menikah, maka pastilah Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya.
Nabi Muhammad Shalallahu Alihi Wassalam menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki.
Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi Shalallahu Alihi Wassalam, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.
Pada masa penaklukan kota Makkah, orang-orang berkumpul di sekeliling Beliau, sementara orang-orang Quraisy mendatangi Beliau dengan harapan Beliau mau memaafkan mereka, tiba-tiba Beliau melihat seorang wanita tua yang datang dari jauh.
Beliau langsung meninggalkan kerumunan orang ini.
Berdiri dan bercakap-cakap dengan wanita itu.
Beliau kemudian melepaskan jubah Beliau dan menghamparkannya ke tanah.
Beliau duduk dengan wanita tua itu.
Bunda Aisyah bertanya, “Siapa wanita yang diberi kesempatan, waktu, berbicara, dan mendapat perhatian penuh Nabi Shalallahu Alihi Wassalam ini....?”
Nabi menjawab, “Wanita ini adalah teman Khadijah.”
“Kalian sedang membicarakan apa, ya Rasulullah...?” tanya Aisyah
“Kami baru saja membicarakan hari-hari bersama Khadijah.”
Mendengar jawaban Beliau ini, Aisyah pun merasa cemburu. “Apakah engkau masih mengingat wanita tua ini (Khadijah), padahal ia telah tertimbun tanah dan Allah telah memberikan ganti untukmu yang lebih baik darinya....?”
“Demi Allah, Allah tidak pernah menggantikan wanita yang lebih baik darinya.
Ia mau menolongku di saat orang-orang mengusirku.
Ia mau mempercayaiku di saat orang-orang mendustakanku.”
Aisyah merasa bahwa Rasulullah Shalallahu Alihi Wassalam marah. “Maafkan aku, ya Rasulullah.”
“Mintalah maaf kepada Khadijah, baru aku akan memaafkanmu.” (Hadits ini diriwayatkan Bukhari dari Ummul Mukminin Aisyah)
Sahabatku, apakah mungkin ada cinta seperti itu, yang dapat terus abadi setelah orang yang dicintai meninggal 14 tahun yang telah lewat...?
Yupz,  ketaatan kepada Allah menjadi dasar dalam rumah tangga ini.
Rumah tangga yang selalu dihiasi dengan dzikir kepada Allah, bukan rumah yang digunakan untuk mengingat setan.
Bagaimana pendapat kalian, sahabat muda sekalian, apakah kalian tidak ingin menjadikan rumah tangga kalian seperti ini...?
Suami membaca Al-Qur’an bersama istrinya.
Betapa agungnya ketika anak-anak mereka turut serta membaca Al-Qur’an.
Menjelang waktu Shubuh tiba, si istri membangunkan suaminya untuk melaksanakan shalat Shubuh.
Suami melaksanakan shalat Qiyaam al-lail 2 rakaat bersama istrinya.
Seperti apa rumah ini............?
Indah nian bukan ? betapa manisnya, betapa indah cinta di dalam rumah tangga ini.
Cobalah, pasti sahabatku dapat menemukan segalanya berubah, cinta pun bertambah, dan Allah melimpahkan berkah-Nya kepada sahabat-sahabatku.
“Menikah jauh lebih baik daripada pacaran”
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya

RAIH MIMPIMU

Dulu, ibuku pernah berkata seperti ini : “ Rin..., kuliah itu biayanya mahal sekali tapi semahal apapun umi akan berusaha keras supaya Rino bisa kuliah, umi mau semua anak-anak umi kuliah dan jadi orang sukses” kalimat itu terngiang ngiang di kepalaku dan mengingat bahwa saat itu keluargaku masih dalam tahap perjuangan menuju keluarga mapan, maka aku yang masih kecil itu pun mengambil sebuah kaleng bekas susu di dapur, lalu membuat lubang kecil di atasnya untuk memasukkan uang.

yap, aku membuat sebuah celengan. hari demi hari kulewati, ku ingat hari-hari itu kusisihkan uang jajanku dan ku simpan dalam kaleng susuku. mulai dari recehan hingga uang kertas.

Setiap hari yang ada dikepalaku adalah bahwa aku ingin kuliah di tempat yang serba biru karena aku suka sekali dengan warna biru.

Setiap kali jumlah uang sudah mencapai pertengahan kaleng susu, aku selalu menghitungnya, sudah sampai mana aku menabung.

Tapi... setiap kali uang yang kupunya sudah cukup banyak, ibuku selalu meminta uang tabunganku untuk membeli sayur dan bahan makanan lainnya di rumah. sungguh, waktu itu aku cukup kesal dengan ibuku, bagaimana aku bisa kuliah kalau uangnya di ambil umi terus...? pikirku saat itu.

Tapi... setiap kali ibuku meminta uang, aku selalu memberikannya, aku tak bisa menolak.

Karena... aku pun tahu bahwa ketika ibuku meminta uang tabunganku, tandanya ibuku tidak punya uang sama sekali.

Hanya itu yang aku pikirkan dan aku lakukan waktu kecil hingga waktu terus bergulir dan kini aku sedang
mengikuti alur yang harus dijalani oleh setiap mahasiswa baru “ospek”, saat ospek aku mendapat almamater warna kuning, tas berwarna kuning dan untuk atribut ospek pun aku memakai sepatu warna kuning, semua karena lambang dari fakultasku berwarna kuning.

Yap. mimpi kecilku terwujud.

Kini orangtuaku sudah cukup mapan,

Aku mampu berkuliah di sebuah perguruan tinggi negeri yang cukup ternama dan semuanya serba biru.

Allah telah mewujudkan mimpiku.

Alhamdulillah, sungguh aku berterima kasih padaMu ya Allah. dan aku tersadar, bahwa tabunganku yang sebenarnya bukanlah tabungan yang ada di kaleng susuku, tapi tabungan yang ada di sisi Allah ketika aku ikhlas memberikan seluruh tabunganku pada ibuku.

Disitulah kuncinya. luar biasa ya, Allah memang tidak pernah luput dari hamba-hambaNya
.
Teman, itulah salah mimpi kecilku, kini aku sedang membuat mimpi-mimpi baru dan sedang berusaha untuk mewujudkannya, ingatlah bahwa Allah tidak pernah luput dari hamba-hambaNya.

Oleh karena itu, mari kita buat hidup kita berarti untuk diri sendiri, orang tua, dan orang lain melalui mimpi-mimpi dan kerja-kerja besar yang kita lakukan. yakinlah bahwa Allah akan selalu memberikan jalan, tidak ada di dunia ini yang namanya jalan buntu, jalan buntu hanya untuk orang-orang yang putus asa, sedang untukmu yang sedang berjuang, percayalah bahwa Allah akan selalu memberikan jalan.

Dan terkadang butuh kepekaan dari diri kita untuk melihat jalan-jalan itu, jalan-jalan itu adalah peluang.

Kalau kata orang bijaksana  peluang itu seperti pintu, ada dimana-mana, tinggal apakah kita mau rajin mengetuk atau tidak, karena kita tidak tahu di pintu mana kita akan diterima.

Semangat dan teruslah berjuang, hidup ini hanya sekali kawan, jangan disia-siakan

Jun 14, 2013

JIKA MEMBACA SYYAIDINA DALAM SHOLAT BERMASALAHKAH...?? (Bagian # 1)

Beradab kepada Rasululloh shalallahu ‘alayhi wasallam merupakan kewajiban kita.

Tidak ada seorang muslim pun yang memiliki keimanan mempermasalahkan hal itu.

Namun, bagaimana wujud adab kepada Rasululloh shalallahu ‘alayhi wasallam........?

Sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang ilmiah.

Bagaimana dengan perkataan sayyidina dalam shalawat ketika sholat.

Apakah sebaiknya kita mengucapkannya dengan alasan adab kepada Nabi, ataukah tidak mengucapkan karena hal juga merupakan petunjuk Nabi...?

Inilah yang akan menjadi pokok bahasan kita kali ini.

Selamat mengikuti.

TEKS HADITS
لاَ تُسَيِّدُوْنِيْ فِي الصَّلاَةِ
“Janganlah kalian menjadikan aku sayyid dalam sholat.”
Bahwa hadits diatas TIDAK ADA ASALNYA.

Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama ahli hadits. Al-Hafizh as-Sakhowi menegaskan: “Tidak ada asalnya”(1)

Dan disetujui murid beliau Abdurrohman bin Ali asy-Syaibani (2) al-Qori (3) dan lain sebagainya.
Selain hadits ini adalah dusta dan tidak ada asalnya, ditinjau dari segi bahasa Arab, dalam lafadz hadits ini terdapat kejanggalan sebab secara kaidah bahasa seharusnya‭ ( لاَ‮ ‬تُسَوّدُوْنِيْ‭ ) dengan wawu karena fi’ilnya adalah wawi ‭( ‮ ‬سَادَ-‮  ‬يَسُوْدُ‭)


Seorang penyair berkata:

وَمَا سَوَّدَتْنِيْ عَامِرٌ عَنْ وَرَاثَةٍ         أَبَى اللهًُ أَنْ أَسْمُوَ بِأُمٍّ وَلاَ أَبٍ
Tidaklah Amir memuliakanku karena warisan.
Alloh enggan kalau aku mulia dengan ibu atau bapak.(4)
An-Naji dalam Kanzu al-Afah mengatakan: “Adapun nukilan dari Sayyid Waro (Nabi) bahwa beliau bersabda:
‘Janganlah kalian mengatakan aku sayyid dalam sholat’, maka ini adalah kedustaan dan kepalsuan. Orang awam yang sering membawakan hadits ini pun salah dalam mengucapkan. Mereka mengatakan  لاَ‮ ‬تُسَيِّدُوْنِيْ‭ ‬  dengan ya‭’‬,‭ ‬padahal yang benar adalah dengan wawu‭”‬.(5)

RASULULLAH shalallahu ‘alayhi wasallam ADALAH SAYYIDINA
Makna sayyid adalah seorang yang utama, mulia, agung, berkedudukan tinggi, pemimpin umat, dan lain sebagainya dari kebaikan dan keutamaan. (6)

Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam adalah sayyid anak Adam. Beliau shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ‭ ‬وَلاَ‮ ‬فَخَرَ
“Saya adalah sayyid anak Adam dan tidak sombong.(7)
Imam al-Izzu bin Abdussalam berkata: “Sayyid adalah seorang yang memiliki sifat dan akhlak yang indah. Hal ini menunjukkan bahwa beliau manusia yang paling utama di dunia dan akhirat.

Adapun di dunia karena beliau memiliki akhlak-akhlak yang agung sedangkan di akhirat karena balasan atau pahala bergantung pada akhlak.

Kalau Allah subhanahu wa ta’aala melebihkan Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wasallam dari segenap manusia pada sisi akhlak, maka kelak Allah subhanahu wa ta’aala melebihkan beliau derajatnya di akhirat.

Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam mengatakan hadits ini agar umatnya mengetahui kedudukan beliau di sisi Robbnya.

Dan karena penyebutan kebaikan itu biasanya menjadikan kesombongan, maka Nabi menepis anggapan yang muncul dari orang jahil tersebut.” (8)

Bila ada yang bertanya: “Lantas bagaimana dengan teks hadits” :
عَنْ مُطَرِّفٍ قَالَ قَالَ أَبِى انْطَلَقْتُ فِى وَفْدِ بَنِى عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْنَا أَنْتَ سَيِّدُنَا. فَقَالَ « السَّيِّدُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ». قُلْنَا وَأَفْضَلُنَا فَضْلاً وَأَعْظَمُنَا طَوْلاً. فَقَالَ « قُولُوا بِقَوْلِكُمْ أَوْ بَعْضِ قَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ‏‭
Dari Muthorrif berkata: Ayahku mengatakan: Saya pernah pergi ke rombongan Bani Amir kepada Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam, lalu kami mengatakan: Kamu adalah : Sayyiduna, maka Nabi bersabda: As-Sayyid adalah Alloh (9). Ini menunjukkan bahwa As-Sayyid merupakan salah satu nama Alloh ‘azza wa jalla. Kami mengatakan: Kamu adalah orang yang paling mulia dan agung di antara kami, maka beliau bersabda: Katakanlah dengan ucapan kalian atau sebagian ucapan kalian tetapi janganlah Setan menggelincirkan kalian.” (HR. Abu Dawud 4808)
Dzohir hadits ini tidak melarang kita mengatakan Nabi Muhammad shallahu ‘alayhi wasallam adalah Sayyiduna.

Bukankah sekilas ada pertentangan antara dua hadits di atas...?

Masalah ini telah dibahas oleh para ulama.

Pendapat yang kuat menurut kami bahwa boleh mengatakan Sayyid kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam atau selainnya (10) Adapun hadits ini, tidaklah menunjukkan larangan mengatakan Nabi shallahu ‘alayhi wasallam adalah Sayyiduna, bahkan beliau mengizinkan dengan ucapannya “Katakanlah dengan ucapan kalian”.

Yang dilarang oleh Nabi shallahu ‘alayhi wasallam adalah kalau setan menggelincirkan mereka yang berujung kepada sikap ghuluw (berlebih-lebihan) kepada Nabi shallahu ‘alayhi wasallam dan mengangkat beliau dari derajat yang telah ditetapkan oleh Alloh subhanahu wa ta’aala.(11)

LAFADZ DZIKIR ADALAH TAUQIFIYYAH

Dzikir-dzikir yang telah ditentukan waktu dan tempatnya bersifat tauqifiyyah (paten).

Tidak boleh seseorang menambah, mengurangi atau merubah lafadznya walaupun maknanya shohih(12). Untuk lebih memahami kaidah ini, perhatikan hadits berikut; Baro’ bin Azib berkata:
Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam pernah berkata kepadaku: ‘Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu maka berwudhulah seperti wudhumu untuk sholat. Kemudian berbaringlah ke sisi kanan serta bacalah do’a: ‘Ya Allah aku berserah diri kepada-Mu, aku serahkan segala urusanku kepada-Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu, karena mengharap dan takut kepada-Mu.

Tidak ada tempat bersandar dan tempat menyelamatkan kecuali kepada-Mu. Ya Alloh aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan, dan aku beriman kepada nabi-Mu yang telah Engkau utus’.

Maka jika engkau meninggal pada malam harinya sungguh engkau meninggal dalam keadaan fitroh dan jadikanlah do’a tersebut akhir yang engkau ucapkan. Aku mencoba untuk mengingat-ingatnya kembali dan aku katakan: ‘rasul-Mu yang telah Engkau utus’. Nabi berkata: ‘Salah, tapi katakanlah dan nabi-Mu yang telah Engkau utus’.” (HR. Bukhori 247, Muslim 2710). (13)
Ibnu Bathol rahimahulloh berkata: “Lafadz-lafadz itu tidak boleh diganti karena telah keluar dari taman hikmah dan jawami’ul kalim (kalimat singkat tapi padat).

Seandainya ucapan Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam boleh dirubah dengan ucapan lainnya niscaya akan hilang faedah kehebatan bahasa Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam.” (14)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Hikmah yang paling tepat mengapa Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam menyalahkan ucapan ‘rasul’ sebagai ganti dari ‘nabi’ adalah bahwa lafadz-lafadz dzikir adalah tauqifiyyah. Ada kekhususan yang tidak boleh dengan qiyas. Wajib untuk menjaga lafadz yang syar’i.”(15)

Imam al-Albani rahimahulloh mengatakan: “Dalam hadits ini terdapat peringatan yang sangat tegas, bahwa wirid-wirid dan dzikir adalah tauqifiyyah.

Tidak boleh dirubah, baik dengan menambah, mengurangi atau merubah lafadz yang tidak merubah arti.

Karena lafadz ‘rosul’ lebih umum dari ‘nabi’, tetapi Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam tetap menyalahkannya”. (16)

Alangkah bagusnya ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahulloh : “Termasuk kesalahan besar sebagian manusia adalah menjadikan dzikir-dzikir yang bukan dari Nabi sekalipun berasal dari tokoh mereka sendiri, lalu meninggalkan dzikir-dzikir dari Nabi Sayyid anak Adam dan Imam makhluk serta hujjah atas seluruh hamba”.(17)

Ibnu ‘Allan rahimahulloh mengatakan: “Tidak boleh seorang pun berpaling dari lafadz do’a Nabi.

Dalam hal ini setan telah menggelincirkan manusia, sehingga ada suatu kaum yang membuat-buat lafadz do’a yang memalingkan dari petunjuk Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam. Maka waspadalah, janganlah kalian menyibukkan dengan hadits kecuali yang shohih saja.” (18)


>>>  Bersambung Bagian #2

SILAU DENGAN HARTA ORANG LAIN (Bagian #1)

Betapa banyak orang yang terkesima dengan kilauan harta orang lain.
Tidak pernah merasa cukup dengan harta yang ia miliki.
Jika sudah mendapatkan suatu materi dunia, dia ingin terus mendapatkan yang lebih.
Jika baru mendapatkan motor, dia ingin mendapatkan mobil kijang. 

 Jika sudah memiliki mobil kijang, dia ingin mendapatkan mobil sedan. 

Dan seterusnya sampai pesawat pun dia inginkan. Itulah watak manusia yang tidak pernah puas.
Melihat Orang Di Bawah Kita dalam Hal Harta dan Dunia
Sikap seorang muslim yang benar, hendaklah dia selalu melihat orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia.
Betapa banyak orang di bawah kita berada di bawah garis kemiskinan, untuk makan sehari-hari saja mesti mencari utang sana-sini, dan masih banyak di antara mereka keadaan ekonominya jauh di bawah kita.


Seharusnya seorang muslim memperhatikan petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini.
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. 
Abu Dzar berkata, “Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): [1] Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, [2] beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. …”
(HR. Ahmad 20447. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al kholq], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.”(HR. Bukhari 6009, Muslim 5263).
Ibnu Hajar mengatakan, “Yang dimaksud dengan al khalq adalah bentuk tubuh.
Juga termasuk di dalamnya adalah anak-anak, pengikut dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kenikmatan duniawi.” (Fathul Bari, 11/32)

Agar Tidak Memandang Remeh Nikmat Allah
Dengan memiliki sifat yang mulia ini yaitu selalu memandang orang di bawahnya dalam masalah dunia, seseorang akan merealisasikan syukur dengan sebenarnya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.”
(HR. Muslim 5264, Tirmidzi 2437, Ibnu Majah 4132, Ahmad 7137)
Al Munawi –rahimahullah- mengatakan, “Jika seseorang melihat orang di atasnya (dalam masalah harta dan dunia), dia akan menganggap kecil nikmat Allah yang ada pada dirinya dan dia selalu ingin mendapatkan yang lebih. 

Cara mengobati penyakit semacam ini, hendaklah seseorang melihat orang yang berada di bawahnya (dalam masalah harta dan dunia).

Dengan melakukan semacam ini, seseorang akan ridho dan bersyukur, juga rasa tamaknya (terhadap harta dan dunia) akan berkurang. 


Jika seseorang sering memandang orang yang berada di atasnya, dia akan mengingkari dan tidak puas terhadap nikmat Allah yang diberikan padanya. 


Namun, jika dia mengalihkan pandangannya kepada orang di bawahnya, hal ini akan membuatnya ridho dan bersyukur atas nikmat Allah padanya.”

(Lihat Faidul Qodir Syarh Al Jaami’ Ash Shogir, 1/573)

Itulah yang akan membuat seseorang tidak memandang remeh nikmat Allah karena dia selalu memandang orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. 

Ketika dia melihat juragan minyak yang memiliki rumah mewah dalam hatinya mungkin terbetik, “Rumahku masih kalah dari rumah juragan minyak itu.” 


Namun ketika dia memandang pada orang lain di bawahnya, dia berkata, “Ternyata rumah tetangga dibanding dengan rumahku, masih lebih bagus rumahku.” 


Dengan dia memandang orang di bawahnya, dia tidak akan menganggap remeh nikmat yang Allah berikan. 


Bahkan dia akan mensyukuri nikmat tersebut karena dia melihat masih banyak orang yang tertinggal jauh darinya.

Berbeda dengan orang yang satu ini. 

Ketika dia melihat saudaranya memiliki Blackberry, dia merasa ponselnya masih sangat tertinggal jauh dari temannya tersebut.

Akhirnya yang ada pada dirinya adalah kurang mensyukuri nikmat, menganggap bahwa nikmat tersebut masih sedikit, bahkan selalu ada hasad (dengki) yang berakibat dia akan memusuhi dan membenci temannya tadi. 


Padahal masih banyak orang di bawah dirinya yang memiliki ponsel dengan kualitas yang jauh lebih rendah. Inilah cara pandang yang keliru. 

Namun inilah yang banyak menimpa kebanyakan orang saat ini.

Dalam Masalah Agama dan Akhirat, Hendaklah Seseorang Melihat Orang Di Atasnya

Dalam masalah agama, berkebalikan dengan masalah materi dan dunia.

Hendaklah seseorang dalam masalah agama dan akhirat selalu memandang orang yang berada di atasnya. Haruslah seseorang memandang bahwa amalan sholeh yang dia lakukan masih kalah jauhnya dibanding para Nabi, shidiqin, syuhada’ dan orang-orang sholeh.

Para salafush sholeh sangat bersemangat sekali dalam kebaikan, dalam amalan shalat,  puasa sedekah, membaca Al Qur’an, menuntut ilmu dan amalan lainnya.

Haruslah setiap orang memiliki cara pandang semacam ini dalam masalah agama, ketaatan, pendekatan diri pada Allah, juga dalam meraih pahala dan surga.

Sikap yang benar, hendaklah seseorang berusaha melakukan kebaikan sebagaimana yang salafush sholeh lakukan. Inilah yang dinamakan berlomba-lomba dalam kebaikan.

>>>>  Bersambung bagian # 2

UNTA YANG MENGGAGALKAN NIAT ABU JAHAL

Setelah pelbagai usaha oleh kaum Quraisy untuk menyekat dan menghapuskan penyebaran agama Islam menemui kegagalan, maka Abu Jahal semakin benci terhadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kebencian Abu Jahal ini tidak ada tolok bandingnya, malah melebihi kebencian Abu Lahab terhadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Melihatkan agama Islam semakin tersebar, Abu Jahal pun berkata kepada kaum Quraisy di dalam suatu perhimpunan, "Hai kaumku! Janganlah sekali-kali membiarkan Muhammad menyebarkan ajaran barunya dengan sesuka hatinya. Ini adalah kerana dia telah menghina agama nenek moyang kita, dia mencela tuhan yang kita sembah. Demi Tuhan, aku berjanji kepada kamu sekalian, bahwa esok aku akan membawa batu ke Masjidil Haram untuk dibalingkan ke kepala Muhammad ketika dia sujud. Selepas itu, terserahlah kepada kamu semua samada mahu menyerahkan aku kepada keluarganya atau kamu membela aku dari ancaman kaum kerabatnya. Biarlah orang-orang Bani Hasyim bertindak apa yang mereka sukai."

Tatkala mendengar jaminan daripada Abu Jahal, maka orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu berkata secara serentak kepadanya, "Demi Tuhan, kami tidak akan sekali-kali menyerahkan engkau kepada keluarga Muhammad. Teruskan niatmu."

Orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu merasa bangga mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Abu Jahal bahwa dia akan menghapuskan Muhammad kerana jika Abu Jahal berjaya menghapuskan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bererti akan terhapuslah segala keresahan dan kesusahan mereka selama ini yang disebabkan oleh kegiatan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebarkan agama Islam di kalangan mereka.

Dalam pada itu, terdapat juga para hadirin di situ telah mengira-ngira perbelanjaan untuk mengadakan pesta sekiranya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam berjaya dihapuskan. Pada pandangan mereka adalah mudah untuk membunuh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Esa serta sekalian penghuni langit. Padahal Allah tidak akan sekali-kali membiarkan kekasih-Nya diancam dan diperlakukan seperti binatang.

Dengan perasaan bangga, keesokan harinya di sebelah pagi, Abu Jahal pun terus pergi ke Kaabah iaitu tempat biasa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersembahyang. Dengan langkahnya seperti seorang satria, dia berjalan dengan membawa seketul batu besar di tangan sambil diiringi oleh beberapa orang Quraisy yang rapat dengannya. Tujuan dia mengajak kawan-kawannya ialah untuk menyaksikan bagaimana nanti dia akan menghempapkan batu itu di atas kepala Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Sepanjang perjalanan itu dia membayangkan bagaimana keadaan Nabi Muhammad nanti setelah kepalanya dihentak oleh batu itu. Dia tersenyum sendirian apabila membayangkan kepala Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pecah dan tidak bergerak lagi. Dan juga membayangkan bagaimana kaum Quraisy akanmenyambutnya sebagai pahlawan yang telah berjaya membunuh musuh nombor satu mereka.

Sebaik saja Abu Jahal tiba di perkarangan Masjidil Haram, dilihatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam baru saja sampai dan hendak mengerjakan sembahyang. Dalam pada itu, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menyedari akan kehadiran Abu Jahal dan kawan-kawannya di situ. Baginda tidak pernah terfikir apa yang hendak dilakukan oleh Abu Jahal terhadap dirinya pada hari itu.

Sebaik-baik saja Abu Jahal melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mula bersembahyang, dia berjalan perlahan-lahan dari arah belakang menuju ke arah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Abu Jahal melangkah dengan berhati-hati, setiap pergerakannya dijaga, takut disadari oleh baginda. 

Dari jauh kawan-kawan Abu Jahal memerhatikan dengan perasaan cemas bercampur gembira. Dalam hati mereka berkata, "Kali ini akan musnahlah engkau hai Muhammad."

Sebaik saja Abu Jahal hendak menghampiri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan menghayun batu yang dipegangnya itu, tiba-tiba secepat kilat dia berundur ke belakang. Batu yang dipegangnya juga jatuh ke tanah. Mukanya yang tadi merah kini menjadi pucat lesi seolah-olah tiada berdarah lagi. Rakan-rakannya yang amat ghairah untuk melihat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam terbunuh, tercengang dan saling berpandangan.

Kaki Abu Jahal seolah-olah terpaku ke bumi. Dia tidak dapat melangkahkan kaki walaupun setapak. Melihatkan keadaan itu, rakan-rakannya segera menarik Abu Jahal dari situ sebelum disadari oleh baginda. Abu Jahal masih terpinga-pinga dengan kejadian yang dialaminya.

Sebaik saja dia sedar dari kejutan peristiwa tadi, rakan-rakannya tidak sabar untuk mengetahui apakah sebenarnya yang telah berlaku. Kawannya bertanya, "Apakah sebenarnya yang terjadi kepada engkau, Abu Jahal? Mengapa engkau tidak menghempapkan batu itu ke kepala Muhammad ketika dia sedang sujud tadi?"

Akan tetapi Abu Jahal tetap membisu, rakan-rakannya semakin keheranan. Abu Jahal yang mereka kenali selama ini seorang yang lantang berpidato dan menyumpah seranah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tiba-tiba saja diam membisu.

Dalam pada itu, Abu Jahal masih terbayang-bayang akan kejadian yang baru menimpanya tadi. Dia seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, malah dia sendiri tidak menyangka perkara yang sama akan berulang menimpa dirinya.

Perkara yang sama pernah menimpa Abu Jahal sewaktu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pergi ke rumah Abu Jahal apabila seorang Nasrani mengadu kepada baginda bahwa Abu Jahal telah merampas hartanya. Pada masa itu Abu Jahal tidak berani berkata apa-apa pada baginda apabila dia terpandang dua ekor harimau menjadi pengawal peribadi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Kemudian setelah habis mereka menghujani Abu Jahal dengan pelbagai soalan, maka Abu Jahal pun mula bersuara, "Wahai sahabatku..! Untuk pengetahuan kamu semua, sebaik saja aku menghampiri Muhammad hendak menghempapkan batu itu ke kepalanya, tiba-tiba muncul seekor unta yang besar hendak menendang aku. 

Aku amat terkejut kerana belum pernah melihat unta yang sebegitu besar seumur hidupku. Sekiranya aku teruskan niatku, nescaya akan matilah aku ditendang oleh unta itu, sebab itulah aku berundur dan membatalkan niatku."

Rakan-rakan Abu Jahal berasa amat kecewa mendengar penjelasan itu, mereka tidak menyangka orang yang selama ini gagah dan beria-ia hendak membunuh Nabi Muhammad Shallallahu Alayhi wa Sallam hanya tinggal kata-kata saja. 
Orang yang selama ini diharapkan boleh menghapuskan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan pengaruhnya hanya berupaya bercakap seperti tin kosong saja.

Setelah mendengar penjelasan dari Abu Jahal yang tidak memuaskan hati itu, maka mereka pun berkata kepada Abu Jahal dengan perasaan keheranan, "Ya Abu Jahal, semasa kau menghampiri Muhammad tadi, kami memerhatikan engkau dari jauh tetapi kai tidak napak akan unta yang engkau katakan itu. Malah bayangnya pun kami tidak nampak."

Rakan-rakan Abu Jahal mula sangsi dengan segala keterangan yang diberikan oleh Abu Jahal. 

Mereka menyangka Abu Jahal sentiasa mereka-reka cerita yang karut itu, mereka mula hilang kepercayaan terhadapnya. Akhirnya segala kata-kata Abu Jahal mereka tidak berapa endahkan lagi.

May 7, 2013

ALAM JIN DAN RAHASIANYA MENURUT ISLAM (Bagian#2)

Hikmah Tertutupnya Tabir Alam Ghaib bagi Umat Manusia
Para pembaca, tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala memutuskan dan menentukan suatu perkara kecuali (pasti) selalu ada hikmah di baliknya.
Demikian pula halnya dengan alam ghaib, yang tabirnya tertutup bagi umat manusia.
Di antara hikmahnya adalah sebagai ujian bagi umat manusia, apakah mereka termasuk orang yang beriman dengan perkara ghaib yang Allah dan Rasul-Nya beritakan tersebut, ataukah justru mengingkarinya....?!

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata:
“Bahwasanya alam barzah (kubur) termasuk perkara ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh panca indera. Jika bisa dijangkau oleh panca indera, niscaya tidak ada lagi fungsi keimanan terhadap perkara ghaib (yang Allah dan Rasul-Nya beritakan, -pen.), dan tidak ada lagi perbedaan antara orang-orang yang mengimaninya dengan yang mengingkarinya.” (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 109)

Di antara hikmahnya pula adalah untuk keseimbangan hidup umat manusia antara suka dan duka, cemas dan harapan di dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Cobalah anda renungkan, bagaimanakah jika seandainya setiap orang mengetahui semua yang akan terjadi? Tentu kehidupannya akan sangat kacau dan tidak mendapatkan ketentraman.

Bagaimana tidak....?!

Ketika seseorang mengetahui dengan pasti bahwa akhir hidupnya adalah menderita, baik karena ditimpa penyakit kronis, kecelakaan, dibunuh, dan lain sebagainya.

Tentu hidupnya akan diselimuti dengan duka dan kecemasan. Si sakit misalnya, ketika mengetahui dengan pasti bahwa dia akan mati karena sakitnya itu (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan tidak ada lagi harapan untuk hidup, tentunya keputus-asaanlah yang selalu merundungnya.

Akan tetapi ketika dia tidak mengetahuinya dengan pasti, maka harapan untuk menikmati hari esok masih terbentang di hadapannya dan proses pengobatan pun akan selalu diupayakannya.

Ketika umat manusia mengetahui segala yang terjadi di alam ghaib, bisa melihat malaikat dan jin (setan) dalam wujud aslinya, bisa mengetahui orang-orang yang diadzab di kubur dan sejenisnya, niscaya ketenangan hidup tidak akan didapatkannya.

Demikian pula ketika masing-masing orang mengetahui dengan pasti apa yang tersimpan di hati selainnya, maka kehidupan ini akan terasa sebagai belenggu yang memberatkan.

Karena berbagai keburukan yang ada pada hati masing-masing orang dapat dirasakannya.

Di lain kondisi, ketika seseorang mengetahui dengan pasti bahwa dia selalu beruntung, niscaya hal itu bisa menjadikan dia sombong dan bersikap semena-mena terhadap sesamanya.

Tidaklah Allah menutup tabir rahasia alam ghaib kepada kita, kecuali karena kasih sayang dan kebijaksanaan-Nya yang tiada tara. Sehingga sudah seharusnya bagi kita untuk mensyukuri apa yang ditentukan-Nya tersebut.
 
Fenomena Umat tentang Alam Ghaib


Para pembaca, tentunya anda sering mendengar info seputar alam ghaib dan berbagai peristiwanya.

Lebih-lebih belakangan ini, ketika ‘misteri alam ghaib’ benar-benar dipromosikan dan dijadikan ajang komoditi bisnis yang cukup menjanjikan.

Dengan sekian bumbu klenik dan racikan mistiknya, maka tersajilah aneka menu yang kental dengan bau syirik dan khurafat.

Tak luput…akhirnya televisi, surat kabar, dan media cetak/elektronik lainnya pun menjadi publik mediator modernnya.

Sementara di lain pihak, ada orang-orang yang mengingkari perkara ghaib.

Dasar pemikiran mereka bertumpu pada keilmuan (baca: akal) semata tanpa mempedulikan norma-norma keimanan.

Nyaris, sikap mengedepankan akal daripada dalil sam’i baik dari Al-Qur`an maupun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi simbol mereka. Tak pelak, akhirnya terjerumus pula ke dalam jurang kesesatan dikarenakan pengingkaran mereka terhadap perkara-perkara ghaib yang telah diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya tersebut.

Mereka terbagi menjadi tiga kelompok3:

1. Orang-orang yang mengingkari semua perkara ghaib, termasuk adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Pencipta alam semesta ini. Mereka adalah kaum atheis (komunis) dari kalangan Dahriyyah (yang menyatakan bahwa alam semesta ini tercipta dengan sendirinya, -pen.).

Demikian pula orang-orang yang menapak jejak mereka dari kalangan atheis Sufi semacam Ibnu Arabi At-Tha`i penulis kitab Fushusul Hikam dan cs-nya yang mengklaim bahwa wujud ini hanya satu, dan hakekat wujud Allah adalah semua yang ada di alam semesta ini (yakni menyatu dengan makhluk), yang hakekat dari pemikiran tersebut adalah peniadaan Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kemudian mereka campakkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa yang beliau bawa, dengan suatu estimasi bahwa kewalian lebih baik dari kenabian dan khatimul auliya` (penutup para wali) lebih utama dari khatimul anbiya` (penutup para Nabi), bahkan dari semua Nabi.

2. Ahlul wahmi wat takhyil, yaitu orang-orang yang menyatakan bahwasanya para Nabi telah memberitakan tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, hari kiamat, surga dan neraka, bahkan malaikat, dengan gambaran yang tidak sesuai dengan kenyataannya.

Para Nabi tersebut menggambarkan kepada manusia (tentang semua itu) dari khayalan mereka; bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bertubuh besar, tubuh manusia akan dibangkitkan di hari kiamat, manusia akan mendapat kenikmatan dan merasakan adzab, padahal kenyataannya tidak demikian.

Kedustaan ini, mereka (para Nabi) lakukan demi kamashlahatan umat, karena tidak ada cara yang lebih mendatangkan mashlahat dalam mendakwahi mereka kecuali dengan cara tersebut. Inilah pemikiran Ibnu Sina dan yang sejalan dengannya.

3. Ahlut tahrif wat ta`wil, yaitu orang-orang yang menyatakan bahwasanya para Nabi tidaklah memaksudkan (baca: memberitakan) kecuali sesuatu yang memang benar adanya, hanya saja kenyataan yang sebenarnya dari semua itu adalah apa yang bisa dijangkau oleh akal.

Inilah pemikiran ahli kalam dan selainnya dari kalangan Mu’tazilah, Kullabiyyah, Salimiyyah, Karramiyyah, Syi’ah dll.

Dari sini, jelaslah bagi kita bahwa sikap mengedepankan akal atas dalil sam’i baik dari Al-Qur`an maupun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan semacam ini tidak bisa dibenarkan, bahkan sangat berbahaya. Asy-Syahrastani berkata: “Ketahuilah, bahwasanya syubhat pertama yang menimpa makhluk adalah syubhat iblis -la’natullah-.

Pemicunya adalah mengedepankan akal daripada nash, dan mengekor hawa nafsu untuk menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kesombongannya terhadap bahan yang Allah ciptakan darinya (yakni api) atas bahan yang Allah ciptakan darinya Adam ‘alaihissalam (tanah liat).” (Al-Milal wan Nihal, hal. 14)

Bahkan perumpaan akal yang ‘didewakan’ itu; “Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang yang dahaga, tetapi bila didatangi ‘air itu’, dia tidak mendapatinya sedikit pun Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. Atau laksana kegelapan yang gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, dan di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih bertindih. Apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 39 dan 40)
Hal ini sebagaimana pengakuan Abu Abdillah Ar-Razi, salah seorang tokoh mereka (Mu’tazilah):
Kesudahan mengedepankan akal adalah belenggu.4
Dan kebanyakan upaya (hasil pemikiran) para intelek itu adalah kesesatan
Ruh-ruh kami terasa amat liar di dalam tubuh-tubuh kami
Dan hasil dari kehidupan dunia kami adalah gangguan dan siksaan (batin)
Tidaklah didapat dari penelitian yang kami lakukan sepanjang masa
Melainkan kumpulan statemen-statemen (yang tak menentu)
Aku (Ar-Razi) telah memperhatikan dengan seksama berbagai seluk-beluk ilmu kalam dan metodologi filsafat, maka kulihat semua itu tidaklah dapat menyembuhkan orang yang sakit dan tidak pula memuaskan orang yang dahaga, dan (ternyata) metode yang paling tepat adalah metode Al-Qur`an.” (Lihat Dar`u Ta’arudhil Aqli Wan Naqli, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 1/160)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Engkau akan mendapati kebanyakan para intelek di bidang ilmu kalam, filsafat dan bahkan tasawuf, yang tidak mengindahkan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai orang-orang yang bingung. Sebagaimana yang dikatakan Asy Syahrastani:
“Sungguh aku telah keliling ke ma’had-ma’had (filsafat) tersebut
Dan seluruh pandanganku tertuju kepada mercusuar-mercusuarnya
Namun, tak kulihat padanya kecuali orang yang bingung sambil bertopang dagu
Dan orang yang menyesal sambil menggemertakkan giginya.”
(Dar`u Ta’arudhil Aqli Wan Naqli, 1/159)


 Bersambung Bagian #3

HADITS-HADITS TENTANG SURAT YASIN

MUQADDIMAH
Kebanyakan kaum muslimin membiasakan membaca surat Yasin, baik pada malam Jum’at, ketika mengawali atau menutup majlis ta’lim, ketika ada atau setelah kematian dan pada acara-acara lain yang mereka anggap penting. Saking seringnya surat Yasin dijadikan bacaan di berbagai pertemuan dan kesempatan, sehingga mengesankan, Al-Qur’an itu hanyalah berisi surat Yasin saja.
Dan kebanyakan orang membacanya memang karena tergiur oleh fadhilah atau keutamaan surat Yasin dari hadits-hadits yang banyak mereka dengar, atau menurut keterangan dari guru mereka.
Al-Qur’an yang di wahyukan Allah adalah terdiri dari 30 juz. Semua surat dari Al-Fatihah sampai An-Nas, jelas memiliki keutamaan yang setiap umat Islam wajib mengamalkannya. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar umat Islam senantiasa membaca Al-Qur’an.
Dan kalau sanggup hendaknya menghatamkan Al-Qur’an setiap pekan sekali, atau sepuluh hari sekali, atau dua puluh hari sekali atau khatam setiap bulan sekali. (Hadist Riwayat Bukhari, Muslim dan lainnya).
Sebelum melanjutkan pembahasan, yang perlu dicamkan dan diingat dari tulisan ini, adalah dengan membahas masalah ini bukan berarti penulis melarang atau mengharamkan membaca surat Yasin.
Sebagaimana surat-surat Al-Qur’an yang lain, surat Yasin juga harus kita baca.
Akan tetapi di sini penulis hanya ingin menjelaskan kesalahan mereka yang menyandarkan tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain itu, untuk menegaskan bahwa tidak ada tauladan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Yasin setiap malam Jum’at, setiap memulai atau menutup majlis ilmu, ketika dan setelah kematian dan lain-lain.
Mudah-mudahan keterangan berikut ini tidak membuat patah semangat, tetapi malah memotivasi untuk membaca dan menghafalkan seluruh isi Al-Qur’an serta mengamalkannya.
KELEMAHAN HADITS-HADITS TENTANG FADHILAH SURAT YASIN
Kebanyakan umat Islam membaca surat Yasin karena -sebagaimana dikemukakan di atas- fadhilah dan ganjaran yang disediakan bagi orang yang membacanya. Tetapi, setelah penulis melakukan kajian dan penelitian tentang hadits-hadits yang menerangkan fadhilah surat Yasin, penulis dapati Semuanya Adalah Lemah.
Perlu ditegaskan di sini, jika telah tegak hujjah dan dalil maka kita tidak boleh berdusta atas nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebab ancamannya adalah Neraka. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan lainnya).
HADITS DHA’IF DAN MAUDHU’
Adapun hadits-hadits yang semuanya dha’if (lemah) dan atau maudhu’ (palsu) yang dijadikan dasar tentang fadhilah surat Yasin diantaranya adalah sebagai berikut :
Hadist 1
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin dalam suatu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya dan siapa yang membaca surat Ad-Dukhan pada malam Jum’at maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya.” (Ibnul Jauzi, Al-Maudhu’at, 1/247).
Keterangan: Hadits ini Palsu.
Ibnul Jauzi mengatakan, hadits ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya. Imam Daruquthni berkata: Muhammad bin Zakaria yang ada dalam sanad hadits ini adalah tukang memalsukan hadits. (Periksa: Al-Maudhu’at, Ibnul Jauzi, I/246-247, Mizanul I’tidal III/549, Lisanul Mizan V/168, Al-Fawaidul Majmua’ah hal. 268 No. 944).
Hadits 2
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari keridhaan Allah, niscaya Allah mengampuni dosanya.”
Keterangan: Hadits ini Lemah.
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Mu’jamul Ausath dan As-Shaghir dari Abu Hurairah, tetapi dalam sanadnya ada rawi Aghlab bin Tamim. Kata Imam Bukhari, ia munkarul hadits. Kata Ibnu Ma’in, ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat). (Periksa: Mizanul I’tidal I:273-274 dan Lisanul Mizan I : 464-465).
Hadits 3
Artinya: “Siapa yang terus menerus membaca surat Yasin pada setiap malam, kemudian ia mati maka ia mati syahid.”
Keterangan: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu’jam Shaghir dari Anas, tetapi dalam sanadnya ada Sa’id bin Musa Al-Azdy, ia seorang pendusta dan dituduh oleh Ibnu Hibban sering memalsukan hadits. (Periksa: Tuhfatudz Dzakirin, hal. 340, Mizanul I’tidal II : 159-160, Lisanul Mizan III : 44-45).
Hadits 4
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin pada permulaan siang (pagi hari) maka akan diluluskan semua hajatnya.”
Keterangan: Hadits ini Lemah.
Ia diriwayatkan oleh Ad-Darimi dari jalur Al-Walid bin Syuja’. Atha’ bin Abi Rabah, pembawa hadits ini tidak pernah bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab ia lahir sekitar tahun 24H dan wafat tahun 114H.
(Periksa: Sunan Ad-Darimi 2:457, Misykatul Mashabih, takhrij No. 2177, Mizanul I’tidal III:70 dan Taqribut Tahdzib II:22).
Hadits 5
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur’an dua kali.” (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Keterangan: Hadits ini Palsu.
(Lihat Dha’if Jamiush Shaghir, No. 5801 oleh Syaikh Al-Albani).
Hadits 6
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur’an sepuluh kali.” (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Keterangan: Hadits ini Palsu.
(Lihat Dha’if Jami’ush Shagir, No. 5798 oleh Syaikh Al-Albani).
Hadits 7
Artinya: “Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu mempunyai hati dan hati (inti) Al-Qur’an itu ialah surat Yasin. Siapa yang membacanya maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu seperti pahala membaca Al-Qur’an sepuluh kali.”
Keterangan: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (No. 304 8) dan Ad-Darimi 2:456. Di dalamnya terdapat Muqatil bin Sulaiman. Ayah Ibnu Abi Hatim berkata: Aku mendapati hadits ini di awal kitab yang di susun oleh Muqatil bin Sulaiman. Dan ini adalah hadits batil, tidak ada asalnya. (Periksa: Silsilah Hadits Dha’if no. 169, hal. 202-203). Imam Waqi’ berkata: Ia adalah tukang dusta. Kata Imam Nasa’i: Muqatil bin Sulaiman sering dusta.
(Periksa: Mizanul I’tidal IV:173).
Hadits 8
Artinya: “Siapa yang membaca surat Yasin di pagi hari maka akan dimudahkan (untuknya) urusan hari itu sampai sore. Dan siapa yang membacanya di awal malam (sore hari) maka akan dimudahkan urusannya malam itu sampai pagi.”
Keterangan: Hadits ini Lemah.
Hadits ini diriwayatkan Ad-Darimi 2:457 dari jalur Amr bin Zararah. Dalam sanad hadits ini terdapat Syahr bin Hausyab. Kata Ibnu Hajar: Ia banyak memursalkan hadits dan banyak keliru. (Periksa: Taqrib I:355, Mizanul I’tidal II:283).
Hadits 9
Artinya: “Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang akan mati di antara kamu.”
Keterangan: Hadits ini Lemah.
Diantara yang meriwayatkan hadits ini adalah Ibnu Abi Syaibah (4:74 cet. India), Abu Daud No. 3121. Hadits ini lemah karena Abu Utsman, di antara perawi hadits ini adalah seorang yang majhul (tidak diketahui), demikian pula dengan ayahnya. Hadits ini juga mudtharib (goncang sanadnya/tidak jelas).
Hadits 10
Artinya: “Tidak seorang pun akan mati, lalu dibacakan Yasin di sisinya (maksudnya sedang naza’) melainkan Allah akan memudahkan (kematian itu) atasnya.”
Keterangan: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan I :188. Dalam sanad hadits ini terdapat Marwan bin Salim Al Jazari. Imam Ahmad dan Nasa’i berkata, ia tidak bisa dipercaya. Imam Bukhari, Muslim dan Abu Hatim berkata, ia munkarul hadits. Kata Abu ‘Arubah Al Harrani, ia sering memalsukan hadits. (Periksa: Mizanul I’tidal IV : 90-91).
PENJELASAN
Abdullah bin Mubarak berkata: Aku berat sangka bahwa orang-orang zindiq (yang pura-pura Islam) itulah yang telah membuat riwayat-riwayat itu (hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat tertentu).
Dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: Semua hadits yang mengatakan, barangsiapa membaca surat ini akan diberikan ganjaran begini dan begitu SEMUA HADITS TENTANG ITU ADALAH PALSU.
Sesungguhnya orang-orang yang memalsukan hadits-hadits itu telah mengakuinya sendiri.
Mereka berkata, tujuan kami membuat hadits-hadits palsu adalah agar manusia sibuk dengan (membaca surat-surat tertentu dari Al-Qur’an) dan menjauhkan mereka dari isi Al-Qur’an yang lain, juga kitab-kitab selain Al-Qur’an. (Periksa: Al-Manarul Munffish Shahih Wadh-Dha’if, hal. 113-115).
KESIMPULAN
Dengan demikian jelaslah bahwa hadit-hadits tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin, semuanya LEMAH dan PALSU. Oleh karena itu, hadits-hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk menyatakan keutamaan surat ini dan surat-surat yang lain, dan tidak bisa pula untuk menetapkan ganjaran atau penghapusan dosa bagi mereka yang membaca surat ini. Memang ada hadits-hadits shahih tentang keutamaan surat Al-Qur’an selain surat Yasin, tetapi tidak menyebut soal pahala. Wallahu A’lam.