BILA KATA-KATA SUDAH TAK MEMILIKI RUH
hati yang cemerlang menghantarkan kata-kata masuk dalam hati pendengarnya.
Jika
kata-kata menemukan kekuatannya pada Sayyid Qutb, Hasan Al-Banna, dan
banyak mujahid dakwah lainnya, mengapa pula banyak da’i yang
kata-katanya tidak lagi memiliki ruh? Entah kata-kata secara lisan,
atau berbentuk tulisan.
Kata-kata yang tak lagi memiliki ruh ini akan terlihat pada atsar-nya.
Mulai dari ceramah dai yang hambar dan kosong makna.
Tulisan
aktifis dakwah yang tidak berkesan dan terasa hampa.
Sampai kata-kata
murabbi (pendidik) yang tidak berpengaruh dan berbekas pada para
mutarabbinya.
1. Hal pertama yang dapat dipahami adalah
kata-kata takkan memiliki ruh jika keluar dari orang yang tidak
meyakininya.
Seperti orang yang memotivasi orang lain agar optimis
menatap masa depan, namun sebenarnya ia sendiri ragu menghadapi
hari-hari mendatang.
2. Kedua, ketika kata-kata yang
dikeluarkan lisannya terlebih dulu telah dikhianati hati dan amalnya.
Seperti orang yang mengajak qiyamullail dan menjanjikan kemenangan
dakwah dengannya, sementara ia sendiri telah memutuskan “sami’na
wa’ashaina”: aku mendengar ajakan ini, tetapi aku takkan melakukannya.
Sebelum kata-kata itu sampai di telinga mad’u-nya (orang yang
didakwahnya) , ruh-nya telah dicabut oleh sikap da’inya. Jadilah ia
tidak lebih dari rangkaian huruf tanpa makna.
Dua hal ini pembunuh
utama ruh kata-kata, sebab ruh itu sesungguhnya dari Allah dan takkan
mungkin dianugerahkan kepada orang yang dimurkai-Nya:
“Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak
kalian kerjakan. Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah jika kalian
mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shaf : 2-3)
3.
Ketiga, kurang dekatnya hubungan dengan Allah SWT. Padahal kedekatan
kepada Allah, terutama pada waktu malam dengan qiyamullail dan tilawah
adalah standard kelayakan kata-kata memiliki ruh; menjadi berbobot
(berat) atau qaulan tsaqiilaa (QS. Al-Muzammil : 5)
4.
Keempat, menurunnya keimanan dan ketaqwaan.
Padahal keduanya berbanding
lurus dengan ruh kata-kata; menjadikan nasehat dan taujih (pesan) benar
dan tepat sasaran atau qaulan sadiida (QS. Al-Ahzab : 70 - " Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar," )
5. Kelima, kotornya hati akibat kemaksiatan
dan dosa.
Sebaliknya, tazkiyatun nafs dan taubat nasuha menjadikan hati
cemerlang (qalbun mushoqqolun).
Seperti cermin ketika bersih dari debu
bisa memantulkan cahaya, hati yang cemerlang menghantarkan kata-kata
masuk dalam hati pendengarnya. “Jika bertaubat dan beristighfar, maka
cemerlanglah dan cemerlanglah hatinya.” (HR. Ibnu Majah)
No comments:
Post a Comment